Lihat ke Halaman Asli

Suhadi Sastrawijaya

Suhadi Sastrawijaya

Air Surga yang Tercemar

Diperbarui: 4 Mei 2023   21:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: cnnindonesia.com

Air Surga yang Tercemar
Karya: Suhadi Sastrawijaya

Hujan yang berjatuhan di bumi Tuhan
Ketika ia turun di awal musimnya
Menjadi berkah yang dinantikan
Menghidupkan kembali lahan-lahan yang gersang
Karena kekangan kemarau yang garang
Semerbak aroma tanah basah menguar
Menyergap indera penciuman
Ada nikmat tersendiri menghirup aromanya

Saat itulah
Hujan yang berjatuhan di bumi Tuhan
Berkawin dengan benih tumbuhan
Membangkitkan birahi bumi untuk menghijaukan daratan
Bunga-bunga bermekaran
Pelangi pagi menjadi penanda hujan kan turun lebih sering lagi
Para petani riang gembira
Ah sebentar lagi ladang-ladang  akan rindang
Meranum lebat buah-buahannya
Bak taman surga di dunia

Hujan yang turun di awal musimnya
Laksana air surga yang diturunkan Tuhan
Melalui awan-awan kelabunya yang mengambang di langitnya yang tinggi
Sebuah atap dunia yang tak terjamah oleh daksa dan daya manusia

Namun bagaimana jika hujan di awal musimnya tak lagi menjadi berkah
Bagaimana pula jika air surga yang turun dari langit mendatangkan malapetaka
Hujan yang turun diawal musimnya
Yang seharusnya membawa kesejukan dan melerai dahaga tumbuh tumbuhan
Malah menjadi mematikan
Karena udara dan awannya tercemar zat asam dan polusi udara yang berbahaya
Ikan di rawa-rawa mati
Karena hujan yang membawa zat asam
Sebuah racun yang berbahaya
Hujan yang seharusnya membangkitkan tumbuhan dari mati surinya
Malah membawa kematian yang mengenaskan

Ya Tuhan
Aku hanya meratap hampa di kerusakan dunia
Sementara suaraku hanya berteriak serak di media-media masa
Yang berbicara tentang kerusakan dunia
Akankah ada yang menggubrisnya
Suatu hari nanti
Yang selalu aku ukir dalam mimpi
Aku ingin dunia yang lebih baik lagi.

Patia, 04 Mei 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline