Perjalanan Tiga Belas Jejaka
Sebelum senja berwarna jingga
Tiga belas jejaka meninggalkan kota
Pada teduh wajahnya berkata
Kita akan berjalan jauh
Menyusuri lembur bertanah luhur
Tebing nan terjal yang bersepuh ajal
Tapi pada sukma bunganya mau berkata
Kita melangkah karena Allah
Tiga belas jejaka
Melewati kampung demi kampung
Keteduhan matanya bertutur sapa dengan dedaunan padi yang menghijau
dan berbagi haru pada laut yang membiru.
Senja pun mulai menguning emas
Tiga belas jejaka menyimpan lemas
Pada bagasi hati, agar tak merintangi perjalanan sukar penuh belukar
Alkisah, mereka bermunajat pada sang pemberi rahmat
Tuk memohon keselamatan dalam perjalanan
Senja semakin jingga
Dengan sorban semangat di pundaknya mereka berkata:
" Bismilah" Tuhan bimbinglah kami dalam perjalanan ini.
Tiga belas jejaka
Perlahan mendaki jalan terjal yang licin
Pada senyum bunganya berkata
Kita akan sampai di Curug Putri
Sebuah pesona di Pulo Sari
Alkisah, ketika senja mulai jingga
Mereka tiba di air terjun, Curug Putri nama yang dikagumi
Tiga belas jejaka menadahkan kepala
Memindai cucuran air keajaiban Tuhan
Yang menyejukan penglihatan
Mereka bersuci dan bertasbih pada Ilahi
Senja semakin merah
Mereka berjalan dengan sisa- sisa semangat yang masih tersimpan
Perlahan letih mulai mendera
Pohon- pohon asing berjejeran dengan rimbun di sepanjang perjalanan
Jurang-jurang menganga siap melahap siapa yang terjatuh kedalamnya
Mungkin disana, ada ular dan binatang buas yang menanti makanan
Namun ketika asap belerang tipis menyapa penciuman, semangat baru berdesir kembali
Serupa angin senja yang menyejukkan badan
Dengan kaki letih mereka tetap bertasbih
Dan akhirnya sampailah pada tempat bernama kawah
Mereka membaca hamdalah
Alkisah,
Tiga belas jekaka
Memindai asa
Aroma belerang dan gemuruh kawah mengantar mereka pada keharuan
Tentang karunia Tuhan yang maha rohman
Tiga belas jejaka
Tertunduk ruku, bertasbih, berzikir dan bertakbir
Memuji asma Allah pencipta gunung yang mereka daki
Malam di kawah pulo sari
Tiga belas jejaka membangun tenda, untuk mereka merebahkan badan
Malam yang suram, tanpa bulan dan bintang
Mereka bercerita hingga pergi menjumpai mimipi sendiri- sendiri
Sepertiga malam
Hujan pun tiba
Dingin menyeruak.
Mereka panik.
dan berusaha merapati tenda agar tak kebocoran.
Sepertiga malam yang sangat dingin membuat mereka terlelap kembali
Menuju pangkuan sang mimpi
Bulir- bulir hujan seolah menghujam, tentang hati yang penuh dengan kecelaan