Tiap hari ada saja nasihat yang kita terima. Langsung atau tidak langsung, suka atau tidak suka, kita menerimanya. Nasihat itu bisa dari orang lain, dari media, grup WA, dari alam raya, juga dari pengalaman dan pemahaman diri sendiri. Rasanya, hanya orang congkak dan tak tahu diri yang membenci nasihat.
Salah satu nasihat yang sungguh perlu dipraktikkan, yaitu "Lakukan hal-hal baik meski sekali saja seumur hidupmu."
*
Terkait dengan dunia tulis-menulis, dunia literasi, nasihat serupa perlu juga. Bila kita sudah terbiasa menulis fiksi, opini, dan berbagai bentuk tulisan lain (meski sekadar untuk pembaca aneka platform di media sosial), tidak ada salahnya membuat biografi. Sekali saja seumur hidup.
Pada setiap biografi ada uswah (contoh perbuatan baik, untuk ditiru) dan sekaligus ibroh (contoh perbuatan buruk, tidak untuk ditiru). Sangat tergantung kemampuan penulis untuk menjadikan semacam "dakwah", yaitu menganjurkan berbuat baik (pikiran-ucapan-tindakan). Bahkan biografi tokoh dunia hitam pun bila pendekatannya tepat bakal menjadi hidangan pikir-hati yang mengasyikkan dan bermanfaat.
Nasihat itu yang kini sedang suntuk saya lakukan. Dari pengalaman, ikut membuat buku dengan sejumlah tulisan (kumpulan tulisan), baik fiksi maupun nonfiksi, sudah pernah. Sampai belasan judul pula jumlahnya.
Membuat buku kumpulan cerpen dan puisi sendiri pun pernah (meski hanya dua buku). Menyunting tulisan teman untuk buku, pernah. Membuat novel berisi 50 ribu kata juga pernah (meski karena paksaan lomba dan belum dibukukan).
Kini saatnya membuat sebuah biografi (riwayat hidup orang lain). Bangganya kalau kelak ditanya orang "Pernah menulis biografi?", saya jawab mantap "Pernah. . .".
Beberapa teman reunian kantor maupun sekolah pernah saya tawari. Sayang, tidak ada tanggapan. Sekadar menanggapinya pun tidak. Bayangkanlah betapa terkucilnya hati saya lantaran merasa (sekadar perasaan yang harus saya pendam jauh-jauh) tak berharga betul sebagai penulis.
Hingga suatu hari -tiba-tiba saja- ada seorang teman terketuk hati untuk mencobai saya. Ya, mencobai seperti tawaran saya sebelumnya: "Kawan-kawan, kalau ada yang berkenan saya minta tolong. Siapa yang mau menjadi kelinci percobaan saya dalam penulisan biografi?"
Tidak ada tambahan keterangan imbal-balik dan lain-lain, betul-betul bantuan seutuhnya saya tawarkan. Ikhlas saya, demi memenuhi sebuah nasihat. Hasilnya waktu itu, tetap, nihil.