Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Cerpen: Mimpi Pedagang Daging

Diperbarui: 21 November 2020   11:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi - seorang pedagang dan ayam potong dagangannya di pasar - radardepok.com

Yu Siyem terlalu cekatan memotong dan membelah, membagi sama ukuran, dan menjadikannya potongan kecil sesuai permintaan pelanggan. Seekor ayam jadi delapan potong. Biasanya itu untuk rumah-tangga. Apalagi jika banyak anak. Belanja sedikit agar rata, semua kebagian. Ada juga pembeli yang minta seekor dipotong jadi empat saja. Biasanya untuk warung Tegal dan rumah makan Padang. 

"Dua kilo? Mumpung harga lagi turun. Lima puluh ribu saja. . . . . !" ucap Yu Siyem tanpa penghentikan gerakan tangan. Pisau lebar berkilat-kilat khas penjual daging itu berkelebatan. Tanpa dilihat, sesekali tangannya meraih dan merapikan jajaran ayam dagangannya.

Bu Surwi dan Mak Ludrah tercengang setiap kali melihat betapa terampil tangan Yu Siyem mencincang daging ayam. Keduanya entah mengapa tiba-tiba membayangkan bila pisau besar itu salah sasaran. Beberapa waktu belakangan ada berita mengenai orang nekat memutilasi orang dekatnya. Ada isteri, saudara kandung, ada juga selingkuhan jadi korban. Sudah dibikin tewas, masih juga dicacah. Apa para pelaku itu juga para pedagang daging, bahkan daging ayam?

"Kok terampil betul pegang pisaunya. Ngeri membayangkan kalau bukan ayam. Sudah lama jualan ayam pedaging ya, Yu Siyem?" tanya Bu Surwi spontan, seperti tanpa sadar melontar tanya begitu saja.

Yang ditanya mendengus, melirik sebentar, dan terkikik. "Sejak kecil, Bu. Sejak muda nenek dan ibuku juga pedagang ayam potong. Dulu masih ayam kampung. Lebih keras tulangnya. Untuk memotong harus pakai tenaga. Pisaunya pun tidak setajam sekarang. Ayam pedaging lebih empuk. . . . . !" jawab pedagang itu, sesat kemudian mengasah pisaunya hingga berkilat-kilat lebih tajam.

"Pernah nggak mimpi buruk?" tanya Mak Ludrah menyambung.

Yu Suyem kembali tertawa renyah. "Mimpi buruk? Hahaha, pernah. Dikejar-kejar ayam tidak berbulu dan tanpa kepala?" Yu Siyem meneruskan. Sambil tertawa, memasukan daging ke kantong plastik. Dan menyerahkan kepada pembeli. "Mumpung murah. Lima puluh ribu. . . . !"

Bu Surwi dan Mak Ludrah menanggapi dengan tertawa pula. Rupanya jalan pikiran kedua pembeli itu hampir sama. Menduga-duga. Bukan mimpi dikejar ayam pedaging. Tetapi mimpi mencincang orang.

*

Pasar Legen tempat Yu Siyem berdagang dibongkar untuk direnovasi. Dibongkar total. Jadi para pedagang diungsikan ke tanah lapang desa. Puluhan pedagang, termasuk para pedagang ayam pedaging dan daging sapi.

Mereka mengeluh sebab pembeli jauh berkurang. Gara-gara Covid-19 pembeli sudah membatasi diri. Ini ada tambahan renovasi pasar pula. Mereka menjerit. Yang justru bergembira para pedagang keliling. Jualan mereka laris manis. Harga memang tidak berbeda jauh dibandingkan dengan di pasar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline