Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Puisi | Saatnya Pergi

Diperbarui: 20 Juli 2020   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sapardi djoko damono dan topi petnya - kompas.com

Pada suatu hari nanti / Impianku pun tak dikenal lagi /
Namun di sela-sela huruf sajak ini / Kau tak akan letih-letihnya kucari  //

Sapardi Djoko Damono

Hati ini menyisa seserpih, aus pada kemarau
dusta yang meragu, sedang tangan tak ada sapa
terduduk aku di ruang tunggu, berharap tak pasti

Kemarin masih manis rasa tawa, juga dulu sekali
duri-duri pun kita lalui, pun sekadar jalan mendaki
sebelum ingkar jadi keras, embus angin ranggas

Lihat perahu kecil, serasa ada kita di dalamnya
tapi di puncak pohon justru, di pucuk bukit
tak juga jalan turun agar mampu menginjak bumi

Sudah siang, sudah boleh kembali pulang
perjalanan hanya sekali meniti jembatan
selebihnya hutan pancaroba, juga padang api

Masih di sini, saat waktu seperti ruang membatu
kususun kembali serpih hati dengan jari letih
kelak bila badai merayap, telah kusiapkan sayap

Saatnya pergi, untuk menjumpa hari tanpa tepi
untuk mengikhlaskan: jasadku tak akan ada lagi.

Bandung, 14 - 19 Juli 2020

Keterangan:
Sastrawan Sapardi Djoko Damono meninggal dunia di Tangerang Selatan, Banten, pada Ahad (19/7) pukul 09.17 WIB. Prof. Sapardi lahir di Solo, 20 Maret 1940.  Ia menulis puisi sejak kelas II SMA. Jumlah hasil karyanya mencapai 47 buku sastra berupa novel, kumpulan puisi, hingga kumpulan cerpen dan non-sastra. Pada Oktober 2015, Sapardi mengaku sudah puluhan tahun mengenakan topi pet. Tahun itu koleksinya mencapai 20 topi pet. (Sumber: kompas.com  dan antaranews.com)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline