Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Idulfitri 2020, Hikmah Pandemi, dan Indahnya Berlebaran Jarak Jauh

Diperbarui: 23 Mei 2020   12:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

aplikasi zoom - wartakota.tribunnews.com

Bagi si miskin ungkapan "baju baru tak terbeli" menjadi lumrah. Tidak apa-apa, tidak masalah. Tapi kali ini banyak orang tanpa baru bukan karena tidak beruang, melainkan pasar tutup, supermarket tutup, kaki lima digerebek pula.

Warga yang nekat berdesakan untuk mendapatkan baju baru dan aneka sandang lain yang serba baru diusir Satpol PP. Di belakang petugas itu ada polisi dan tentara. mereka yang nekat bisa-bisa dinaikkan ke truk dan dibawa ke luar kota, pada sebuah bangunan tua untuk karantina.

Padahal Lebaran tinggal besok. Hari ini hari terakhir Ramadan. Masakan dan aneka hidangan sudah disiapkan sejak pagi oleh para ibu dibantu semua anggota keluarga. Untuk Maghrib nanti berbuka, serta untuk besok hari selepas salat Idul Fitri di rumah masing-masing.

*

Pemerintah melalui Kementerian Agama sudah menetapkan, Ahad menjadi hari Idul Fitri. Ya, Ahad tanggal 24 Mei 2020. Itu berarti juga, 1 Syawal 1441 Hijriah. Tinggal sehari ini lagi berpuasanya.

Maka beberapa hari terakhir ini pasar dan mall kembali ramai. Untuk sementara mereka melupakan ancaman Covid-19. Meski sudah bermasker dan berusaha menjaga jarak, sulit juga dihindari untuk tidak berdesakan.

Namanya juga pasar, pedagang berjubel. Lahan untuk lalu-lintas penjalan dan pembeli sekadarnya. Belum lagi di kaki lima, di luar pasar, di tempat-tempat keramaian dadakan.

Bersamaan dengan jeritan petugas medis yang merasa disepelakan kerja dan perjuangan keras mereka menghadang pandemi Covid-19, hingga tak sedikit dari mereka yang harus tumbang menjadi korban, ternyata sebagian warga masyarakat seperti tidak peduli tertular atau menulari.

Sementara itu para ekonomi pun tak kalah nyaring dalam menjerit. Bila sebulan lagi kondisi ekonomi tidak dapat segera dipulihkan maka dampaknya akan sangat buruk. Bangunan ekonomi bangsa dapat ambruk, jatuh terlalu dalam untuk mampu bangkit. Dan itu berarti juga menjadi penyebab kematian besar yang tidak dikehendaki, melebihi jumlah korban akibat virus corona.

Buah simalakama demikian tentu tidak disimak benar oleh para pemikir praktis, gerak cepat, dan tampak ingin terburu-buru. Berpikir dan bertindak komprehensif bukan menjadi kebiasaan kita. Akibatnya kita menjadi terbiasa saling menyalahkan. Karena terlalu idealis, hanya mau yang baik; sedangkan proses ke sana tidak dicermati betul. Tidak diikuti, dan sabar menanti. Sebab keputusan apapun punya potensi salah yang sama besar dengan potensi benar.

*

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline