Tidak untuk dicontoh, tidak untuk ditiru. Biarkan Alimudin atau Ali Baharsyah saja yang menjalaninya. Ia menjadi contoh buruk, busuk, tidak tidak mencerminkan kalim dirinya sebagai orang yang taat beragama.
Apa pasal? Si Ali menghina Presiden. Ia tidak mengkritik, dan apalagi memberi solusi atas apa yang dianggapnya tidak baik, tapi menghina. Dan karena membabi-buta ia tidak sadar, mungkin juga tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, bahwa menghina siapapun --apalagi menghina Presiden- menjadi perkara hukum.
Itu sebabnya dicokok Bareskrim Polri, dan untuk sementara beristirahat dari aktivitas menghina, karena harus mendekam di balik terali besi.
*
Pembelajaran apa yang dapat kita petik dari perilaku Ali Baharsyah? Pertama, jangan cari masalah sekadar untuk terlihat beda di media sosial. Supaya terlihat garang, agamis, gagah, pemberani, paling benar, dan entah apa lagi. Pujian dan kebanggaan serupa itu jelas semu, bahkan racun. Sayangnya Alimudin Baharsyah, serta banyak orang lain yang sealiran pemikiran tindakan dengannya, memakan racun itu dengan lahap. Sementara para pembuat racun serentak berkelit dan melarikan diri agar tidak disangkut-pautkan dan diminta bertanggungjawab.
Tidak ada orang hebat hanya dengan menghina. Ajaran agama pun menyampaikan: boleh jadi orang yang kamu hina lebih mulia dari dirimu.
Menghina itu setali tiga uang dengan merendahkan, menyepelekan,menganggap hina, dan tidak memanusiakan orang lain. Bahkan Rasulullah tidak mengajari hal seperti itu. Kalau demikian, Ali Baharsyah mengikuti perilaku siapa? Jangan-jangan panutan yang diikutinya juga melakukan ibroh?
Kedua, kalau jadi pembenci jangan sekaligus menjadi penyuka. Itu sangat berlawanan. Tidak konsekuen, kurang amanah. Lihatlah bagaimana ia membenci Jokowi, tetapi pada saat yang bersamaan ia menjadi penyuka video porno (khususnya yang diperankan oleh Mia Khalifa).
Luar biasanya lagi, ia merasa diri tidak akan pernah terangkap Polisi. Dan karena itu tidak sempat mengamankan video hobinya itu. Lelaki yang tampak agamis itu terbukti mesum.
Ketiga, Ali kurang mengikut perkembangan pemberitaan yang dijadikan sarana untuk menghina. Dikiranya Pemeriantah Pusat akan memberlakukan darurat sipil, padahal ternyata tidak, ternyata kebijakan darurat kesehatan dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sebetulnya tidak penting betul bagi Ali soal kebijakan Pemerintah, karena apapun yang diputuskan akan dihujatnya. Cuma kali ini ia terlalu percaya diri: salah sasaran.