Kelompok manusia yang rajin membuntuti aneka perayaan keagamaan tak lain para pengemis. Di kota dan di desa, di mana saja parayaan diadakan, mereka memperlihatkan eksistensinya.
Mereka seperti juga tukang parkir liar, calo tiket, pedagang kaki lima dan asongan, bahkan juga para kriminal: copet, jembret, begal, penipu, dan pemeras.
Pada perayaan tahun baru Imlek ada angpao, pada hari raya Idul Fitri ada sedekah, dan pada Idul Qurban ada pembagian daging. Para pengemis hafal sekali jadwalnya, bahkan malam sebelum perayaan sudah rela datang dari jauh dan menginap di dekat lokasi perayaan.
Kalau dipikir dalam-dalam, sebenarnyalah mereka ikut menjadi bagian dari perayaan itu sendiri. Bahkan kalau bisa mereka tentu pula ingin punya agenda perayaan sendiri.
*
Imlek itu salah satunya diandai dengan adanya angpao. Itu sebutan amplop warna merah yang didalamnya diisi uang, lalu dibagi-bagikan oleh para orangtua kepada anak-anak dan sanak-saudara yang belum berkeluarga.
Angpao menarik minat bukan hanya anak-anak dan saudara dalam sebuah keluarga etnis Tionghwa, tetapi bahkan para pengais rezeki meski sekadar sebagai meminta-minta.
Pengemis berdatangan dari jauh ke kota-kota yang memiliki ke Vihara dan Kelenteng besar dan banyak pengunjungnya. Di dua tempat itu segenap warga etnis Tionghwa melakukan ibadah secara Konghucu untuk menghormati arwah leluhur.
*
Digambarkan media, para peminta-minta mengantre di Vihara Dharma Bhakti terkait perayaan Tahun Baru Imlek 2571. Mereka sabar menunggu angpau yang dibagikan umat setelah selesai beribadah.
Pantauan media, di Vihara Dharma Bhakti, Jalan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, Sabtu (25/1/2020) pagi ini, para pengemis telah mengantre. Mereka berbaris dengan tertib.