Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Kerajaan Fiktif, Modus Penipuan, dan Hikmah

Diperbarui: 24 Januari 2020   16:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kirab pengantin keraton agung sejagat | ayosemarang.com

Pemberitaan mengenai Keraton Agung Sejagat tiba-tiba marak di media. Dua tokohnya, yaitu Toto Santoso dan Fanni Aminadia, yang menyatakan diri sebagai Raja dan Ratu. Setelah ditangani Polisi mereka mengakui jati diri mereka sebenarnya.

Ternyata Keraton Agung Sejagat mempunyai sejumlah cabang di kota lain, diantaranya di Yogya, Klaten, dan di Provinsi Lampung.

Kemudian bermunculan nama-nama lain, diantaranya Kerajaan Jipang di Blora, dan Sunda Empire di Bandung. Ada juga Negara Rakyat Nusantara. Kelompok yang ramai diperbincangkan warganet. Ada lagi Kesultanan Selaco atau Selacau Tunggul Rahayu di Tasikmalaya .

Barangkali masih panjang daftarnya kerajaan, kesultanan, maupun negara yang diduga fiktif,.

*

Kembali ke pengakuan Toto maupun Fanni, latar belakangnya tak lain sekadar untuk mengelabuhi orang, dan selanjutnya menggunakan kepercayaan orang untuk mendapatkan keuntungan sendiri.

Diberitakan, setelah sempat berbelit-belit, Fanny Aminadia sebagai Ratu Keraton Agung Sejagat akhirnya mengakui tidak memiliki garis keturunan Kerajaan Mataram, Senin. Toto Santoso yang menjadi Raja pun membuat pengakuan serupa.

"Sudah kita cek dan pastikan bahwa saudara Toto dan Fanni tidak mempunyai silsilah keturunan raja dan juga garis keturunan dari Kerajaan Mataram maupun Majapahit," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Iskandar Fitriana di Semarang, Senin (20/1/2020).

Penipuan yang dilakukan yaitu janji kepada para anggota akan diberi gaji dalam mata uang dolar. Sementara itu untuk mendapatkan pangkat tinggi (yang berpengaruh terhadap besarnya gaji) mereka harus membayar sejumlah uang.

Sumber lain menyebutkan, penipuan keratin fiktif itu menggunakan modus lama, yaitu menyebar dongeng seputar harta kerajaan-kerajaan di Nusantara hingga kekayaan era Presiden Sukarno. Kekayaan tersebut sangat besar jumlahnya, dan disimpan di sebuah bank di Swiss. Orang-orang yang terbujuk untuk mencairkannya harus menyetor sejumlah uang kepada pihak pemberi janji (yang akan mengurus proses pencairannya). Kisah selanjutnya suah dapat diduga: uang lenyap, janji tinggal janji.

*

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline