Kenanganku dibawa kunang-kunang, dan aku tinggal sendiri pada sepanjang pematang hingga pagi. Seperti beku diseduh embun dengan asap kebakaran hutan di seberang pulau lupa pulang.
Kunang-kunangku menjejak mimpi, sosok jatuh melimbung, tumpang-tindih tak segera menepi. Serupa senyap meluruhkan pandang oleh hujan, janji akan segera sampai di sekujur perjalanan.
Bila pun pulang itu teduh rupa-rupa warna menandai mata, maka ke sanalah sesak rindu lekas beralih. Jalanan selalu menumpang rerimbun kenangan, darinya hidup terbaring hendak meredup.
Hari ini kucecapap gerimis di sela ranting, sedang langit merunduk digenangan riuh. Kunang-kunang saja menjadi mata pisau, membedah kenangan untuk menengok pada kedalaman gelap tak tersentuh.
Cibaduyut, 29 September -- 19 Oktober 2019
Simak tulisan sebelumnya:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H