Tiba-tiba saja Pak Bejo Ketua RT, dengan didukung isteri Bu Tini Subejo, menemukan ungkapan manis, padahal sebenarnya pahit luar biasa. Kalau orang biasa mestinya lidah tak sanggup mencecapnya. Sama sekali tidak ada manis-manisnya, apalagi indah.
Tapi sekadar ungkapan 'kan tidak apa-apa, alias boleh-boleh saja.
Dan itulah yang diperbincangkan oleh suami-isteri pada sebuah kompleks perumahan sederhana, di kawasan Desa Kali Buthek, yang banyak dihuni oleh para perantau dari berbagai daerah dia tanah air.
"Dulu ada cerpen dengan judul menggigit, 'Selingkuh Itu Indah'. Nah, ini yang kurasakan bukan hanya mengigit, tapi menerkam, mengunyah, dan melahab habis..."
"Apa itu, Pak."
"Korupsi Itu Indah. Sangat indah sehingga setiap pejabat, pemegang kekuasaan, bahkan orang-orang swasta yang bersangkut-paut urusan dengan Pemerintahan tak segan untuk ikut mengenyam keindahan itu...!"
"Ribet bener bahasamu. Tapi tampaknya ada sebuah ironi di sana ya, Pak?"
"Persis. Tepat, Bu. Luar biasa sekali negeri ini...!"
Selesai menghabiskan nasi goreng untuk sarapannya, Pak Bejo langsung pamit berangkat kerja. Ia bukan pegawai pemerintah, bukan karyawan, tapi sekadar wiraswasta yang mengais rezeki dari keterampilannya melakukan pekerjaan yang terkait dengan besi dan las.
"Walaupun indah, Pak, jangan pernah bermimpi jadi koruptor. Tetaplah sebagai tukang las. Bagiku itu tetap yang terindah!" ucap Bu Tini ketika ia mencium punggung tangan suami yang segera naik ke atas sepeda motor, dan tancap gas menuju ke tempat tugas.
*