Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Puisi | Penculik

Diperbarui: 28 Desember 2018   23:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.naijanews.com

Lelaki tegap itu tampak garang betul
sulit senyum, gampang meradang
Ia mungkin bagian dari gerombolan
tak bernama, yang bergerak dalam senyap
untuk alasan siapa harus didera
siapa harus ikhlas dibuat lenyap.

Selesai tugas, berhenti ia untuk sekejap
menengok tapak di belakang, menghapus
yang mungkin lawan mengendus
sebelum pulang, langkah ringan
jauh di seberang, perkampungan tersembunyi
di balik awan, dihuni kawanan pembantai.

Di sana, sayang sekali, tak didapati anak-isteri
hati pun meradang, kaki refleks menendang
pagar, pintu, jendela dan semua perabotan
runtuh. Rumah ambruk, lihatlah, jadi puing.
Ia curiga, mungkin anak-isteri ganti diculik
dirudapaksa para lelaki tegap yang lain
yang juga bergerak dalam senyap.
Ia kalap dan cepat mengumpulkan anak buah
untuk memburu, berburu, menyerbu.

Jauh hari kemudian, ingatan kolektif
menyajikan fakta yang sama
namun, dengan latar dan narasi boleh berbeda.

Bahkan dalam panggung sejarah
penculik dan korban tak jarang
bertukar peran
begitu gampang
tak henti menabuh riuh. Saling bunuh.

Cibaduyut-Cigadung, 25 - 28 Desember 2018

Tengok juga puisi sebelumnya:




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline