Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Mitos, Batal Puasa, dan Aroma Wangi

Diperbarui: 2 Juni 2018   23:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sastri sedang menggosok gigi

Dalam agama ada perintah untuk mencari ilmu hingga akhir hayat. Sebab ilmu mendasari setiap orang untuk melakukan banyak hal, bahkan setiap hal dengan benar. Orang yang mencari ilmu disamakan dengan orang berjihad (termasuk juga orang mencari nafkah untuk keluarga, melindungi harta dari tindak kejahatan, dsb). Oleh karena itu setiap muslim perlu mendalami ilmunya ketika hendak melakukan sesuatu agar tidak ragu-ragu atau salah.

Dalam melaksanakan ibadah selama bulan suci Ramadan pun demikian halnya. Harus punya cukup ilmu. Ini penting  agar tidak terombang-ambing pada hal-hal yang tidak berdasar yang mempengaruhi sikap maupun pendapat kita. Terlebih terkait batal-tidaknya puasa seseorang  ketika melakukan hal tertentu.

Secara khusus yang membatalkan puasa ada tiga, yaitu makan, minum, dan berhubungan suami isteri pada siang hari. Itu yang paling sering disebut-sebut dalam ceramah agama. Lengkapnya ada 7 (tujuh) hal yang membatalkan puasa.**/

 Bila kita tidak punya cukup ilmu maka akan terombang-ambing oleh berbagai mitos yang menyesatkan.  Untuk anak-anak dan orang dewasa yang pernah mengenyam pendidikan madrasah atau pesantren tentu memiliki ilmu-pengetahuan keagamaan yang memadai  untuk tidak tertipu oleh mitos. Namun  mitos sering kali muncul ketika seseorang masih dalam pertumbuhan, atau mana kanak-kanak, yang masih perlu bimbingan dari kedua orang tua, sanak-saudara, dan lingkungan masyarakat. Dan justru pada waktu itu mitos bermunculan.

Mitos bahwa puasa hanya memindahkan waktu makan dari siang hari ke malam hari, mitos bahwa dengan berpuasa  sebulan seseorang menjadi kurus, mitos bahwa menggosok gigi siang hari membatalkan puasa, mitos bahwa menikah pada bulan Ramadan dilarang agama. Dan masih banyuak lagi.   

Mengapa muncul mitos?  Kemungkinan besar mitos mengenai Ramadan pertama kali diungkapkan oleh orang yang tidak punya pengetahuan tentang agama cukup memadai.. ungkpan iu kemudian dipercaya sebagai kebenaran, demikian terus menerus, turun-temurun dijadikan pedoman. Padahal tanpa dasar atas pembenarannya. 

Ungkapan orang pertama di atas kemungkinan hanya  sebuah gurauan/candaan. Bahkan bila orang tua yang menyampaikan hal itu kepada anak-anaknya (ketika masih kecil) bukan tak mungkin sekadar upaya menakut-nakuti saja agar si anak tidak (berlaku curang) dengan terlalu senang menggosok gigi ketika sedang berpuasa. Orangtua khawatir ketika si anak berkumur-kumur ada sebagian air yang tertelan (mungkin disengaja).  

Denganmakin canggih dan meratanya informasi media massa dan online, maka hal-hal terkait dengan mitos saat bulan Ramadan secepatnya terkikis. Orang-orang yang pengetahuan agamanya relatif kurang dapat dengan cepat mencari informasi di media arus utama danonline untuk mendapatkan kepastian jawabannya.

Saya sendiri selama menjalani ibadah puasa sejak SD tidak pernah membatalkan puasa meski bebrapa kali merasa ragu-ragu telah melakukan hal yang tidak disengaja sehingga ada air yang tertelan. Saya teruskan saja puasa sampai bedug Maghrib. Namun makin berumur memang makin hati-hati, terutama pertimbangan untuk gosok gigi sebagai kebiasaan setelah mandi pagi maupun sore.

Belakangan saya punya logika sederhana mengapa orang berpuasa tidak perlu menggosok gigi (menggunakan pasti gigi dan air untuk berkumur, bila menggunakan siwak rasanya memang lebih afdol). Aroma mulut -yang bahkan diri sendiri pun tidak merasa nyaman membauinya- mengharuskan  setiap orang untuk membatasi bicara.

Kebiasaan banyak bicara dan membicarakan apa saja bila bertemu teman (bahkan di dalam masjid) harus dikurangi/ dihentikan. Aktivitas bicara  dapat diganti dengan kegiatan lain, diantaranya dengan bekerja/beraktivitas, mendengarkan tausiyah (melalui media online atau layar tv), membaca Al Qur'an atau buku-buku agama, ber'itikaf di dalam masjid, atau tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline