1/
Sebut apa saja aku,
tapi jangan gelandangan
Siapa mau digilas naas untuk menggelandang
hidup redup, tanpa arah dan pegangan
sekerat nekat pun telah lama ripuh berkarat.
Langit berubah pahit sesempit ini.
Gerobak tuaku letih menyusuri labirin kota
berebut remah, setiap rongsok
sisa peradaban orang-orang berpesta.
2/
Namaku Ujang, atau siapapun
sekadar panggilan. Tak ada artinya.
Lambaikan tangan untuk memanggil
dan lemparkan rongsokmu.
Dalam ingatan kecil selintas
orangtua menak sebenarnya
aku pun kenyang berlumur kehormatan
HIngga percik api terus membakar
mereka tercerai, tubuh ini tercampak
dan sedih. Apapun harus ditanggalkan.
3/
Maka panggil aku Ujang
aku akan bergegas datang.
Hari ini kukenang lagi
Pada cerita dulu sekali. Sepuluh
atau lima belas tahun silam
Tak ada catatan untuk pengingat.
Kecuali bekas luka-dalam di jidat.
Hujan angin deras subuh itu.
Bapak dan Emak bertukar pekik
bahkan luap amarah:
cemburu, selingkuh, korupsi.
Mereka tega menyudahi janji
ikatan suami-isteri. Aku ternganga
mereka lupa, aku pada usia lima.
Mereka saling berharap
aku ada salah satu yang melindungi
tapi tidak satu pun. Mereka seperti raib
tak menoleh, tak peduli
berminggu-berbulan setelah itu
resmi aku jadi gelandangan.
4/
Panggil aku Ujang, atau siapa saja.
aku akan bergegas datang, dan menculik
anak-anak kalian.
Kini aku si pendendam kehidupan
lelaki dan perempuan
pada yang abai. Akan kuburu mereka
kusandera, kupasung.