Media sekelas JawaPos.com pun bikin hoaks, atau setidaknya telah tertular virus hoaks. Tak tanggung-tanggung beritanya sangat hebat, intinya 'MCA sama dengan Ahoker'. Dan setelah kemudian terbukti salah, orang bisa berpendapat bahwa berita itu sebuah plintiran yang sangat sadis, luar biasa dungu, bahkan absurd. Tapi ya itulah kisah sebuah 'salah', manusiawi, teledor, tergesa-gesa, kejar tayang, atau alasan apapun.
Namun bisa jadi juga sebuah peristiwa politik, mungkin euphoria tahun politik atau bahkan tekanan/tuntutan kerja serta pesanan bos membuat sejumlah awak media mendadak gagap-gugup dan terkesiap.
Semua praduga bisa dilontarkan oleh mereka yang suka berburuk sangka, su'udzon, dan suka mengumbar rasa benci karena terkena penyakit hati. Gampangnya begini, ketika kita mudah berburuk sangka pada oang lain, maka wajar orang lain pun balas berburuk sangka pada kita.
Begitulah yang sehari terakhir ini dirasakan oleh JawaPos.com, dan lebih luasnya Jawa Pos. Media itu jadi seolah-oleh memfasilitasi pembenci Pemerintah, lalu bersikap apapun halal -termasuk menyebarluarkan hoaks- demi hasrat dan hajat tertentu,
Berita berjudul 'Nah, Tersangka Muslim Cyber Army Ternyata Ahoker' inilah pangkal soalnya. *
Umpan manis media itu tak pelak segera ditelan mentah-mentah oleh dua sosok fenomenal Fahri dan Fadli. Kedua beliau berkomentar standar 'maling teriak maling' dengan tanpa konfirmasi, tanpa was-was, penuh percaya diri, langsung semprotkan begitu saja.
Dan pasti ribuan, bahkan ratusan ribu para pembenci dan kaum radikal menyambut dengan suka cita. Boleh jadi mereka sedang mendendangkan sorak-sorai riuh-rendah dan gegap-gempita tak alang-kepalang gaduhnya. Senang, gembira-ria, menang besar, dan entah apalagi yang dapat digambarkan dari suasana pesta kemenangan yang luar biasa membanggakan terwujud akibat berita tersebut.
Kemudian dengan enteng dan sangat mudah JawaPos.com minta maaf. Kata-katanya pun sangat menyederhanakan persoalan: 'Penjelasan Terkait Berita Muslim Cyber Army yang Tidak Sesuai Standar'.**
Sulit dihitung berapa banyak pembacanya -terutama yang memang anti Jokowi, Ahok, dan Pemerintah- dengan cepat membenarkan hal itu. Kebencian makin besar-tinggi-berat karenanya. Kemudian mereka akan dengan senang hati mem-viralkan melalui media online.
Dan untuk meralat-menghapus-meniadakan semua itu cukuplah dengan sebuah permintaan maaf, lantaran berita tersebut (belakangan disadari) 'tidak sesuai standar'. Anggota MCA yang tertangkap pun menyatakan hal yang sama. 'maaf'. Cukup!
Orang yang awam pada proses jurnalistik media cetak mungkin membayangkan bahwa kesalahan penulisan berita itu paling-paling salah data (angka, huruf, dsb), salah kutip, salah logika penulisan. Tapi yang ini salah sumber/narasumber. Luar biasa! Ada kesengajaankah? Ya, pasti ada. Karena dikira nilai beritanya sangat luar biasa aktual-tajam-terpercaya. Maka dengan sangat antusias dan cepat-cepat dikutip. Baru sadar kemudian sumber/narasumber media online tersebut abal-abal. Dahsyat.