Bulan Oktober lalu Kompasiana genap 9 tahun. Sedangkan saya 60 tahun. Ya, tentu saja para warga Kompasiana berbahagia. Terlebih yang berkesempatan hadir pada Kompasianival 2017 di Jakarta. Sebenarnya saya pun punya rencana hadir, namun halangan muncul tak terduga. Begitupun saya tetap berbahagia. Sebab pelaksanaan Kompasianival 2017 itu bertepatan dengan hari ulang tahun saya, 21 Oktober 2017.
Lalu apa kaitan antara saya dengan Kompasiana? Ada tentu, selain kesamaan bulan ber-ultah, saya menjadi satu dari belasan atau puluhan ribu penulis di sana.
Terus-terang saya kembali bersemangat untuk menulis setelah mendaftar sebagai anggota Kompasiana hampir empat tahun lalu. Lambat tapi pasti dengan langkah itu cita-cita lama saya untuk membuat buku sendiri tercapai.
Sejak SMA saya suka menulis cerpen dan puisi. Baru tahun-tahun terakhir saja tulisan saya terbukukan. Bagi penulis professional, membuat buku pasti bukan hal istimewa. Namun bagi penulis amatiran seperti saya, itu capaian luar biasa. Karena hal-hal di atas saya harus berterima kasih pada Kompasiana, yang sanggup membuat saya 'terpaksa' menulis kembali.
Saat masih sekolah hingga lulus kuliah saya menulis cerita di koran dan majalah. Namun begitu memasuki dunia kerja, hobi itu terbengkelai. Baru ketika menjadi Kompasianer pada 16 Februari 2014, saya rajin menulis. Terpaksa, dipaksa, atau termotivasi. Entah kata apa yang lebih tepat.
Setelah hampir empat tahun bergaul akrab dengan Kompasiana (dengan segenap kekurangan saya dalam menulis maupun 'gaptek' saya ber-internet), saya memiliki dua buku sendiri. Selain itu bersama dengan penulis lain secara keroyokan saya andil dalam 10 judul buku. Kemarin saya menerima kabar dari Admin Rumpies The Club (RTC) bahwa sebuah cepen-anak karangan saya bersama 10 cerpen penulis lain di Kompasiana akan dibukukan Penerbit DAR Mizan. Olala, senangnya.
Lomba, Buku
Buku kumpulan cerpen saya berjudul "Orang-orang yang Menyerah" (Peniti Media, Oktober 2017). Tahun 2016 saya bikin buku puisi, berjudul: '(Hanya Orang Gila) Yang Masih Menulis Puisi'. Buku puisi itu saya bikin sekadar untuk 'gegayaan sok penyair' dan memenuhi hasrat 'mejeng dan eksis' ikut berkompetisi sebuah lomba tingkat nasional. Sayang, kualitas puisi saya masih jauh dari memadai. Nasib buku puisi itu pun sepi peminat.
Agaknya judul buku yang bernuansa ejekan-cemoohan itu berakibat seperti peribahasa jadul 'menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri'.
Kembali pada buku kumcer 'Orang-orang yang Menyerah', di sana terkumpul 29 cerita pilihan -versi saya-. itu hak prerogatif penulis buku indie. Hak mentereng yang berasa 'ngeri-ngeri sedap', dan kelak terbukti lebih banyak 'ngeri'-nya.
Judul buku itu saya ambil dari cerpen pertama saya yang mendapatkan HL (Headline) di Kompasina. Cerpen tersebut saya posting pada 5 September 2014. Itu artinya, setelah enam bulan menulis cerpen di Kompasiana baru sekali saja beruntung mendapatkan predikat 'bagus' di mata Admin. Mungkin maksud Admin: 'lumayanlah, cukup logis, tidak terlalu buruk, atau ya daripada tidak ada'.