Lelaki yang Diam
diam membuatmu serupa lelaki putus asa
karena itu bergumamlah sesukamu
atau mengetuk-ngetukkan ujung jemari
dan mulai menyanyi lirih, lagu ihwal mati
kemana seharusnya kamu menyerah
didera sakit dalam yang tak ada siapapun peduli
separah apa, segawat bagaimana
namun khusuk kamu terus bernyanyi
lirih tanpa lirik menuju sunyi:
kulihat kamu tetap diam dari tadi.
***
Nyawa yang Melayang
Hujan tak reda sejak petang dan sekarang
menangislah bersama hujan, seiring derasnya.
Lampu jalanan menyala di ujung maghrib
menandai bayang malam segera berkunjung.
Sebuah ambulance melintas dengan raungnya
tanpa isak tanpa duka selain rintik hujan.
Teror kembali menyorongkan alat rakitannya
ada nyawa warga melayang, tanpa mengerang.
***
Perut yang Lapar
Puasa itu semata urusan perut
bila karena haus dan lapar hidupmu liar.
Puasa itu tak lebih mainan harap
bila karena surga engkau menghalalkan cara.
Di sana betapa banyak perangkap
untuk mengejar yang satu seraya melalaikan
yang lain, haus dan lapar itu, ingatlah:
bukan satu cara untuk rakus di lain waktu.
Cibaduyut, 13 Juni 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H