1/
Aku terlempar
pada kedalaman lembar sajadah
Air mata saja yang berkecipak, luluh terurai
Pada sholat Ashar, suatu hari
di Masjid Babussalam
Kurasakan tanda-tanda itu, tegas
firasat panggilan itu getas
Banyak sudah kucerna cerita perjalanan
panjang melelahkan
Jalan yang harus ditelusuri, pintu
yang harus dilalui
Semua berangkat suatu hari
meninggalkan segudang remeh-temeh
Menuju negeri jauh dengan berpayah
kata beringkar tengkar
2/
Aku ingin berbekal
bukit ikhlas, bahkan lautan pasrah
Siang itu paman jauh menghada
sebelumnya tetangga
Koran dan televisi nyaring
menggenapi kabar duka tiap hari
Bahkan lewat bisik angin, gesek dedaunan
desah nafas
Bagaimana harus kutolak
kalaupun petang menjelang
Langit jingga diantara awan
berlapis pada sisa cahaya
Menelusup jauh
ke balik indera, mengalirkan getar
was-was
Serasa perih pahatan dalam hat
semua beranjak pergi
3/
Tapi sungguh
terlanjur banyak angin kutabu
butir debu
Menghitamkan wajah dan tubuh
sekujur, juga pekik amarah
Berleleran pada semua lubang
di dataran rentang
Petaka apa lagi yang mampu kutola
pedih dan azab
Yang tinggal hanya ingatan
untuk pulih, untuk kembali
Jangan dipaksa pada akhir yang buruk
rusak, tersesat
Meski betapa tak terhapuskan
semua, tak terlunaskan
Manakala tanda-tanda itu
tersua, seusap tarikan nafas, lepas!
Bandung, 23 Jan 2016 – 7 April 2017
Catatan: Waspadai waktu Ashar, sebab disana khabar penjemputan ditandakan, lewat kondisi tertentu pada pusar, ubun-ubun, kening, atau tengah-tengah dahi. Orang-orang yang mencermati seolah diberitahu kapan waktunya harus berangkat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H