Lihat ke Halaman Asli

Sugiyanto Hadi Prayitno

TERVERIFIKASI

Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Berkejaran Antara Olah TKP Polisi dengan Cecaran Pertanyaan Media

Diperbarui: 29 Desember 2016   11:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olah TKP Polisi di Pulomas Jaktim

Selalu saja terjadi kejar-kejaran kecepatan antara kemampuan polisi mengungkap satu kasus (melalui olah TKP) dengan ceceran pertanyaan awak media untuk mendapatkan informasi cepat-akurat-terpercaya. Peristiwa pembunuhan sadis di rumah Dodi Triono, di di Jalan Pulomas, Jakarta Timur, Senin (26/12/2016) menjadi contoh bagus hal ini.

Polisi bekerja atas nama profesionalitas dan berbagai prinsip yang harus dipatuhi dalam kinerjanya, salah satunya tentu aspek kehati-hatian. Sebaliknya awak media, dengan tuntutan perang gengsi antar media –elektronik/cetak/online- serta terutama berkejaran mendapatkan rating dan iklan, seolah tidak mau tahu bahwa olah TKP dan penyidikan/penyelidikan sedang berlangsung dan perlu proses serta waktu tertentu.

Maka terjadilah perbedaan detil informasi yang di dapat. Baik itu karena keterangan pihak kepolisian yang saling berbeda, keterangan saksi dan masyarakat sekeliling yang tidak terkait dengan tindak kejahatannya sendiri, maupun perbedaan keterangan Polisi dari waktu ke waktu sesuai perkembangan hasil olah TKP itu.  Dalam pembunuhan di Pulomas, salah satu perbedaan  keterangan Polisi yaitu mengenai motif kejahatan itu: pembunuhan (karena dendam/persoalan pribadi) atau perampokan (yang disertai penganiayaan dan penyekapan yang menyebabkan kematian)!

Hal yang sangat mengherankan pada kinerja media tentu adalah mengapa dalam wawancara awal (di TKP maupun di studio) menuntut kelengkapan dan keakuratan informasi yang disampaikan dari narasumber? Padahal kita tahu, sebuah berita besar/penting/heboh akan diberitakan media massa arus utama sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu (meski tanpa perkembangan penyelidikan maupun peristiwanya sendiri). Peristiwa pengeboman oleh teroris pada beberapa kota misalnya. Media seolah tidak punya kesabaran, bahkan tampak tidak menghargai proses. Terasa betapa beringasnya awak media (reporter/pewawancara studio) melontarkan cecaran pertanyaannya.

Padahal rasanya khalayak dan masyarakat akan maklum saja bila awak media melaporkan hasil sementara saja dari peristiwa yang dapat dilaporkan. Media tidak harus mendapatkan laporan lengkap dari pihak kepolisian, bahkan dengan setengah memaksa adanya jawaban yang betul-betul belum diketahui oleh narasumber.

Namun catatan penting perlu disampaikan kepada pihak Kepolisian agar lebih profesional menangani dan memberi keterangan pers. Bila informasi yang terhimpun belum cukup memadai untuk disampaikan dan diketahui masyarakat lebih baik tunda dulu. Tidak perlu tergesa-gesa, hingga para pejabatnya tampak seperti berlomba-lomba untuk tampil di media.

Lepas dari persoalan yang selalu berulang itu, kiranya media dan khalayak perlu memberi apresiasi terhadap kinerja Polisi yang mampu dengan cepat membekuk sebagian pelaku pembunuhan sadis di Pulomas itu. Apresiasi kepada media yang langsung atau tidak langsung memaksa gerak cepat Polisi untuk membongkar pelaku dan latar-belakang peristiwa. Apresiasi juga kepada khalayak dan masyarakat luas yang sejauh ini tidak menjadikan peristiwa itu sebagai polemik yang bernuansa SARA hingga memicu kerawanan dalam praktek kebhinekaan negeri ini***
Bandung, 29 Desember 2016

Sumber gambar




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline