[caption id="" align="aligncenter" width="531" caption="Mempersiapkan Pensiun (express.co.uk)"][/caption]
Pensiun berarti berakhir, selesai, tuntas, atau bisa juga berarti beristirahat. Kata lain dan terasa lebih manis, ‘purna tugas’. Kata pensiun dari bahasa Belanda ‘pensioen’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata itu memilikibeberapa pengertian. Pen·si·un /pénsiun/ 1 v tidak bekerja lagi krn masa tugasnya sudah selesai; 2 n uang tunjangan yg diterima tiap-tiap bulan oleh karyawan sesudah ia berhenti bekerja atau oleh istri (suami) dan anak-anaknya yg belum dewasa kalau ia meninggal dunia.
Kata pensiun selain untuk pegawai, negeri maupun swasta, digunakan pula oleh profesi lain semisal para olahragawan. Sebutannya saja yang beda. Ada yang gantung raket, gantung sepatu, ada pula yang gantung sarung tinju. Bahkan untuk yang putus asa, ada yang nekat gantung diri! Serem, ‘kan?
Sampai dengan bulan Januari 2014 usia pensiun PNS pada 56 tahun. Per 1 Februari 2014 ditambah dua tahun. Ada pula yang lebih dari itu sesuai profesinya. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 15 Januari 2014 lalu.
Banyak orang yang diberi umur hingga mencapai pensiun. Namun tidak sedikit yang harus pensiun dini, baik karena permintaan sendiri, karena terkena kasus kriminal, atau memang jatah umur sudah habis. Untuk yang terakhir itu bakal mendapat gelar mendiang, almarhum atau almarhumah!
Umur panjang bagi siapapun memang lebih disyukuri. Tetapi untuk mereka yang lalai, terlebih mereka yang terpedaya harta/tahta/wanita, masa pensiun sering harus terjerembab di balik dinginnya jeruji besi! Ngeri, ‘kan?
MASA PENSIUN
Menurut ulama muslim Ibn Al Jauzi, umur seseorang terbagi dalam lima masa, yaitu : 1. Masa anak-anak (sejak dilahirkan hingga 15 tahun), 2. Masa muda (15 tahun hingga 35 tahun), Masa dewasa (35 hingga 50 tahun), 4. Masa tua (50 hingga 70 tahun), dan 5. Masa lanjut (70 tahun hingga akhir hayat).
Orang hidup harus mencari ilmu, mencari nafkah, dan mencari jati diri melalui agama. Bagi yang malas, umur panjang tentu saja tidak berarti apa-apa. Karena itu ada ungkapan: menjadi tua adalah keniscayaan, tetapi menjadi dewasa adalah pilihan!
Siapapun akan sangat berbahagia manakala memasuki masa pensiun dalam kondisi badan sehat, dan punya cukup tabungan, baik tabungan materi maupun tabungan amal-ibadah! Oleh karena itu bertahun-tahun-belasan atau bahkan puluhan tahun masa bekerja, jangan abaikan pentingnya keteraturan makan, berolahraga, menabung, dan beribadah!
Banyak contoh, setelah pensiun kondisi kesehatan seseorang yang dulu gesit dan aktif, menurun drastis. Bila demikian kalaupun banyak uang, bakal habis untuk ke dokter dan rumah sakit.
Banyak ulama terkenal masa lalu yang mengakhiri keduniawian saat berumur 40 tahun. Itu berarti pula pensiun, bahkan jauh lebih dini. Imam Syafii (Rha) setelah mencapai usia empat puluh tahun selalu berjalan dengan sebatang tongkat. Ketika seseorang bertanya tentang hal itu, jawabannya adalah : supaya aku senantiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju akherat!
BEKAL PENSIUN
Masa pensiun berarti penghasilan jauh berkurang, tinggal sekitar 70 persen dari gaji pokok yang kecil itu. Tidak ada pendapatan lain: uang makan, tunjangan, biaya perjalanan, dan entah sebutan apa yang lain. Rutinitas kegiatan ke kantor, dengan seabreg tanggungjawab dan pekerjaannya, terputus. Maka mau tidak mau pensiunan harus cepat mencari lingkungan baru, dan harus pula diintensifkan. Dengan demikian gaya dan tuntutan hidup pun harus disesuaikan. Sungguh tidak gampang! Itulah sebabnya perlu persiapan, perlu bekal, perlu pelatihan.
Banyak pelatihan dibuka orang, dari instansi yang bersangkutan, atau oleh lembaga pendidikan. Bagi yang rajin menabung selama bekerja, atau mendapatkan uang pensiun yang besar, maka mengikuti program persiapan pensiun sangat baik.
Ada program perencanaan keuangan dan aspek psikologis pensiun. Dengan mendapatkan pengetahun tentang prerencanaan keuangan, maka seorang pensiunan mampu mengenali pola pengaturan keuangan dan mengatur kembali kondisi keuangannya, menyiapkan sumber penghasilan pasif di masa pensiun, mengatur alokasi uang pensiun dengan optimal, dan mengenali aspek keuangan berwirausaha.
Sedangkan dengan mengikuti program aspek psikologis pensiun, seseorang mampu mengidentifikasi permasalahan yang muncul pada periode pensiun, mempersiapkan diri untuk mengembangkan keterampilan psikologis dalam menghadapi pensiun, mengenali diri untuk mengembangkan pola aktivitas yang bisa dilakukan dalam masa pensiun, mengenal pilihan karya pasca pensiun: wirausaha, professional, dan sosial. NGERI, DAN SEREM? Bagi yang tidak siap untuk pensiun, atau dipensiunkan, tentu saja ngeri bila harus memasuki masa pensiun. Serem lagi! Ngeri tentu sejenis perasaan tertentu karena takut, gamang, was-was, galau, linglung, dan kondisi lain yang serba tidak pasti. Serem, lebih disebabkan karena rasa takut karena hal-hal yang tidak masuk akal, terkena sugesti buruk, fobia tanpa sebab, biasanya terkait dengan mahluk halus. Banyak orang yang sudah pensiun tetap optimistis, diantaranya dengan kawin lagi. Ada yang karena sang isteri keburu mendahului, atau memang legowo si istri dimadu. Ada yang justru sukses berwiraswasta. Sukses secara finansial dibandingkan saat masih bekerja kantoran. Banyak pula pensiunan yang tetap menjadi profesional. Menjadi guru atau dosen. Menjadi konsultan, atau menjadi instruktur keterampilan tertentu. Banyak pula yang memiliki bekal tanah pertanian di desa untuk kembali bartani seperti para leluhurnya. Bagi instansi, terutama BUMN, yang para purnabaktinya mendapatkan uang pensiun relatif besar, pelatihan kewirausahaan menjadi keharusan. Tetapi bagi dinas/instansi yang sebaliknya, pelatihan yang cocok dilakukan, yaitu pelatihan sholat yang khusuk, rajin sholat tahajud, puasa Senin-Kamis, pelatihan memandikan jenazah, dan atau menjadi pengurus pegurus masjid/kampung, dan pelatihan amal-sholeh lain!
Ngeri dan serem, tentu cocok untuk pensiunan yang anak-anaknya masih kecil-kecil dan perlu banyak biaya sekolah/kuliah, dirongrong utang, menjadi pembantu bagi anak-anak dan mantu sendiri. Ngeri dan serem bagi pensiunan yang seolah menunggu maut menjemput dengan berdiam-diri saja di rumah, duduk termangu-mangu di depan pesawat televisi. Sering bukan menonton acara televisi, tetapi pesawat itulah yang justru menjadi penonton sang mantan pegawai saat lelap tertidur! Ohh… jangan, jauhkan semua kerumitan itu.
Kita semua tentu berharap menjadi pensiunan yang terindah: masih sehat (jasmani dan rohani), tidak pikun, masih bertenaga, punya pekerjaan lain yang tidak kalah hebat, punya hobi murah-meriah tapi sangat menyenangkan, beramal-ibadah setiap saat, dan tentu diberi umur panjang bermanfaat! Berharap masa pensiun masih mampu aktif dan produktif. Insya Allah!
Bandung, 4 Nov 2013 – 24 Sept 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H