Lihat ke Halaman Asli

Ujian Nasional............Sebuah Pertanyaan

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ya..........ada apa dengan Ujian Nasional? Sebagai seorang guru, saya tidak mempermasalahkan mengapa mesti diadakan Ujian Nasional bagi siswa SMP dan sederajad, siswa SMA dan sederajad, maupun Ujian Sekolah Berstandar Nasional untuk SD dan sederajad. Bahwa pemerintah memandang perlu diadakannya Ujian Nasional/Ujian Akhir Sekolah Berstandar nasional sebagai salah satu alat ukur kemajuan pendidikan di indonesia, saya menganggap memang itu suatu tang perlu. Setidaknya dengan Unasi/UASBN kita dapat memetakan kualitas pendidikan di Indonesia. Mengenai adanya kecurangan pada setiap kali pelaksanaan Unas/UASBN bukan berarti Unas/UASBN tidak perlu diadakan. Akan tetapi perlu langkah tegas untuk mengatasinya. Seharusnya, siapapun yang terlibat dalam kecurangan harus dikenakan sanksi yang tegas.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengutarakan sedikit masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan Ujian Nasional/Ujian Sekolah Bertandar Nasional, terutama yang berkaitan dengan waktu pelaksanaannya. Saya percaya bahwa para pejabat/petinggi di bidang pendidikan (Kemendikbud) sudah memikirkan secara cermat dan mempertimbangkan berbagai hal dalam menentukan waktu pelaksanaan UN/USBN. Akan tetapi, sebagai pelaksana pendgajaran di lapangan, para guru (terutama saya dan beberapa teman) merasa ada hal yang kurang diperhatikan oleh para pengambil keputusan diKemendikbud, berkaitan dengan waktu pelaksanaan UN/USBN.

Ketika sekolah dulu, sejak dari SD sampai SMA, bahkan ketika di perguruan tinggi, pelaksanaan ujian. apapun bentuknya, Ujian Negara, Ujian Sekolah, EBTA/EBTANAS adalah kegiatan untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran, sehingga waktu pelaksanaannya adalah pada akhir tahun pelajaran, atau setidaknya adalah mendekati akhir tahun pelajaran (Sebelum tahun 1978 dilaksanakan pada akhir Nopember. dan setelah tahun 1978 dilaksanakan pada pertengahan Mei sampai awal Juni). Namun, sejak empat tahun terakhir ini, waktu pelaksanaan UN/USBN ini dimajukan ke bulan April (SMP-SMA) dan Mei (SD). Bahkan pada tahun pelajaran 2008/2009 dilaksanakan pada bulan Maret.

Permasalahan yang ditimbulkan dengan dimajukannya pelaksanaan UN/USBN dapat dipisahkan dalam dua kelompok. Yaitu permasalahan sebelum pelaksanaan UN/USBN dan permasalahan setelah pelaksanaan UN/USBN. Sebelum pelaksanaan ujian, guru dan siswa seperti dikejar-kejar waktu untuk menyelesaikan beban pembelajaran. Bagi sekolah-sekolah dengan tingkat kecerdasan siswa di atas rata-rata, hal seperti ini bukan masalah yang penting. Akan tetapi bagi siswa yang kemampuan akademisnya pas-pasan, mereka merasa terbebani. Sementara para guru tidak bisa melaksanakan pembelajaran sampai tuntas, meski masih banyak siswa yang belum menguasai suatu konsep, guru sudah harus mengajarkan mater/konsep berikutnya. Dampaknya jelas, bahwa siswa tidak mampu menyerap materi pembelajaran dengan baik. Di samping itu dengan rentang waktu sekitar satu bulan antara UJian Sekolah dengan UN/USBN, juga menimbulkan kesulitan di sekolah-sekolah dengan jumlah guru terbatas.

Lantas, ada apa setelah UN/USBN selesai dilaksanakan? Toh, dengan selesainya UN/USBN para siswa kemudian sudah tidak ada beban lagi? Demikian juga guru-guru yang mengampu kelas terakhir sudah tidak ada kewajiban mengajar lagi. Santai...........donk. Ternyata ada permasalahan yang barangkali lupa dipikirkan pada waktu menentukan waktu pelaksanaan UN/USBN yang dimajukan. Rentang waktu cukup lama antara selesainya pelaksanaan UN/USBN dengan pengumuman hasil ujian/kelulusan, tentu saja akan menimbulkan kerawanan tersendiri.

Anak-anak yang telah selesai UN/USBN, tidak ada kegiatan persekolahan lagi, sehingga mereka berkeliaran di sembarang tempat pada jam-jam kegiatan pembelajaran. Hal ini tentu saja tidak enak dipandang, anak-anak dengan seragam sekolah nongkrong di pinggir jalan, atau di tempat hiburan pada jam sekolah. JIka orang tua lengah dalam mengawasi dan mengontrol anak-anaknya, bukan tidak mungkin terjadi tindak kriminal maupun tindakan asusila di antara para remaja pelajar yang sudah tidak memiliki kegatan persekolahan. Kalau hal ini terjadi, pihak sekolah yang dipersalahkan, padahal mereka sudah dianjurkan untuk berada di rumah bersama dan membantu keluarga.

Sementara jika mereka dipaksa masuk ke sekolah, mereka sudah tidak jenak lagi untuk mengikuti kegiatan, karena beban belajarnya sudah selesai. Jika mereka di lingkungan sekolah tanpa kegiatan pembelajaran, tentu saja justru mengganggu ketengan dan kenyamanan belajar adik-adik kelasnya. Bahkan sanga mungkin jutru menimbulkan kerusakan pada meubeler yang ada di dalam kelas.

Sampai saat ini, saya tidak bisa memahami sepenuhnya alasan (rasional) yang digunakan untuk memajukan pelaksanaan UN/USBN. Pada masa-masa sebelum ini, ketika sebagian soal ujian (EBTANAS) berbentuk uraian yang harus dikoreksi secara manual oleh guru, waktu pelaksanaan ujian di bulan Mei-Juni, tidak menemui hambatan berarti dalam menenetukan nilai hasil ujian. Padahal pada waktu itu, semua berkas hasil koreksi manual harus dikirim dengan diantar dengan kurir ke Kanwil Depdikbud di Propinsi (karena belum ada internet).

Sedangjan pada saat ini. dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, dan semua soal ujian berbentuk pilihan ganda yang dikoreksi dengan scanner secara otomatis, seharusnya waktu yang diperlukan untuk menentukan nilai hasil ujian tidak perlu waktu lama. Karena semua sekolah sudah memiliki komputer, sehingga semua data yang harus dikirim sudah dalam bentuk soft copy. Dengan demikian tentu saja tidak pelru waktu lama untuk menggabungkan data dari sekolah dengan hasil penilaian secara komputer.

Anehnya, jika waktu dulu dengan sebagian besar dikerjakan secara manual, waktu yang diperlukan untuk menentukan hasil akhir penilaian cukup singkat. namun saat ini yang sudah serba komputer justru memerlukan waktu yang lebih lama. Apa kendala yang dihadapi para operator scanner dan pusat data ujian daam menenetukan hasil akhir ujian, sehingga memerlukan waktu lebih lama dari pada ketika masik dikerjakan secara manual? Apakah sumber daya manusia saat ini lebih rendah daripada masa lalu? Saya kira tidak, dan jelas tidak. Tetapi.................. sekali lagi, apa alasan rasional sehingga waktu pelaksanaan ujian dimajukan? Apakah tidak sempat terpikirkan kerawan yang mungkin terjadi ketika remaja (terutama SMP) tidak ada kegiatan yang mengharuskan mereka masuk sekolah megikuti pembelajaran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline