MERAWAT HARGA DIRI
Dikisahkan, ada seorang pangeran yang menyamar menjadi tukang kebun di suatu istana. Hal itu dilakukan karena ia ingin melihat dari dekat perilaku sang putri yang kecantikannya sangat terkenal. Sambil bekerja, pangeran itu membuat lonceng kecil yang menghasilkan bunyi merdu saat ditiup angin.
Suatu saat sang putri mendengar bunyi lonceng kecil itu dan memintanya pada si tukang kebun. Permintaan itu dikabulkan dengan syarat; sang putri memberi ciuman 3 kali.
Di luar dugaan, ternyata sang putri setuju, dan mencium pipi si tukang kebun 3 kali untuk mendapatkan lonceng kecil kesukaannya. Rupanya si tukang kebun sangat kreatif, dibuatnya lagi sebuah boneka kecil yang disukai oleh sang putri.
Ketika boneka itu diminta, si tukang kebun mengajukan syarat; sang putri harus menciumnya 6 kali. Agak mengejutkan, ternyata sang putri tidak keberatan mencium si tukang kebun, sekedar mendapatkan boneka keinginannya. Tiba-tiba sang raja melintas dan menyaksikan peristiwa itu. Raja murka dan mengusir sang putri dan si tukang kebun dari istana.
Setibanya di luar istana, putri berparas cantik itu memarahi si tukang kebun sebagai penyebab diusirnya dia dari istana. Pada saat itulah si tukang kebun membuka kedok penyamarannya, dan memakai pakaian kebesaran sebagai pangeran yang rupawan. Tentu sang putri terkejut dan tidak lagi mengomel.
Ia malah membayangkan akan hidup bersama pangeran. Akan tetapi sang pangeran telah berubah pikiran. Bagi dia, sang putri adalah sosok yang cantik namun tidak punya harga diri, karena dengan mudah tergoda memberi ciuman kepada orang yang menawarkan sesuatu kepadanya.
Harga diri, ternyata itulah faktor dominan yang membuat orang lain memberi kepercayaan, rasa hormat serta cintanya pada seseorang.
Dan untuk mempunyai harga diri, tidak harus menjadi putri atau pangeran dalam istana, sebab siapa pun dapat memilikinya dengan kadar yang sesuai perbuatan masing-masing.
Sekedar analog dengan hukum permintaan dan penawaran dalam ilmu ekonomi, harga diri seseorang akan naik jika terjadi permintaan tinggi, ditandai dengan banyaknya orang meminta pendapat dan bantuannya, ingin menjadikannya pemimpin, teladan hidup.
Bersamaan dengan itu terjadi penawaran rendah, ditandai dengan tidak banyaknya tuntutan dari orang tersebut. Ini contoh orang dengan kompetensi tinggi dan bekerja tulus.