Surat-surat yang Tak Terkirimkan (3)
Iing Lukman,
"Sejak dulu saya cenderung tertutup, jarang menceritakan kehidupan pribadi kepada orang lain. Kali ini saya akan menceritakan seorang teman terbaik yang pernah saya temui dalam kehidupan saya. Dia tahu hal-hal yang tidak diketahui oleh kebanyakan teman yang saya miliki. Dan saya percaya sepenuhnya kepadanya. Ia seorang teman yang istimewa, seorang pria, bukan berarti pasangan, pacar atau tunangan. Mungkin karena dia seorang pria, dia dapat menjadi teman terbaik saya. Pria cenderung lebih rasional dibandingkan wanita yang lebih emosional". Demikian kau mengawali kisah yang kau ceritakan kepadaku.
Pertama kali kau kenal dengannya, dia cenderung kaku terhadap wanita. Kau menganggapnya tak beda dengan yang lainnya.
Setelah kau tahu pandangannya tentang berbagai hal, kau mulai dekat dan berbagi cerita dengannya. Dia pria yang taat beribadah, rendah hati, hampir tidak pernah membicarakan kejelekan orang lain.
Mengenai hal terakhir itu, nampaknya kau harus banyak belajar darinya, katamu. "Jangan pernah membicarakan kejelekan orang lain," katanya padamu berkali-kali. Sulit mungkin, tetapi kau harus memulainya dari sekarang secara bertahap.
Hari terus berlalu. Kau mulai membuka diri kepadanya. Kau ceritakan tentang keluarga, orangtua, adik dan kakak. Dia bersimpati mendengar ceritamu. Mungkin karena keadaan keluargamu yang unik.
Dia memberi nasihat kepadamu, bagaimana seharusnya bersikap dalam menghadapi suatu masalah baik di rumah maupun dengan teman.
Kau merasakan betapa enaknya memiliki teman yang dapat memberikan pandangan dari sisi lain. Setidaknya kau mendapat gambaran bagaimana seharusnya sikapmu dalam menghadapi permasalahan yang kau hadapi jika kau seorang pria, sehingga kau tidak terlalu egois dalam menghadapinya.
Begitu pula dengannya, dia bercerita tentang keluarganya, dan kau suka mendengar cerita tentang keluarganya yang harmonis, penuh kehangatan, tawa canda dan senda gurau.