Lihat ke Halaman Asli

Teha Sugiyo

mea culpa, mea maxima culpa

(8 Tahun Kompasiana) Aku Malu dengan Tulisanku

Diperbarui: 6 November 2016   21:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : sesawi.net

Jujur saya katakan, sungguh, saya malu membaca tulisan sendiri. Saya mendaftar bergabung di K pada tanggal 4 Februari 2014. Tiga puluh tiga bulan saya bergabung dan menjadi warga K, dan selama ini tidak ada yang pantas dibanggakan. Prestasi tulisan? Sama sekali tidak produktif. Bahkan boleh dikatakan Minim karena Malas. Bayangkan saja, selama 33 bulan hanya ada 109 tulisan gado-gado yang “ecek-ecek”. Kalau direrata,  sebulan hanya 3 tulisan. Wuiiih.... prestasi macam apa ini? Memalukan! Sungguh saya malu! Beda banget dengan rekan-rekan yang daftar sesudah saya, seperti Prof. Pebrianov, Pak Bambang Setyawan. Pak Susy Haryawan. Mereka mampu berlari kencang untuk menghasilkan tulisan segudang.

Saya memang lebih rajin menjadi pembaca. Saya betah membaca hasil karya teman-teman di K. Kadang seharian saya betah membaca semua tulisan yang terpampang pada kolom FeaturedArticle, Headline, Nilai Tertinggi, Terpopuler, Tren di Googledan Gres. Tentu saja, sambil memberikan komentar-komentar apresiatif jika perlu.

Sejak awal memang saya tidak “ngoyo” menjadi penulis yang produktif. Mengalir saj! Bahkan, sebelum Pak Felix Tani menabuh genderang OHLONTOP (Ora HL, Ora NT, Ora Problem), saya sudah menerapkannya dengan sukacita riang gembira bahagia sepanjang masa, meminjam kata-kata sakti bang Ninoy. Saya menerapkan prinsip hidup menurut Paklik saya: gliyak-gliyak lumaku darat, alon-alon waton kelakon. Luwih becik mikul dhawet, ura-ura rengeng-rengeng sinambi ngitung bathi, tinimbang numpak montor karo mbrebes mili.Biar lambat asal selamat. Lebih baik memikul cendol dengan bersenandung menghitung untung, daripada naik mobil dengan cucuran air mata.

Saya sadar sepenuhnya bahwa kesibukan saya untuk urusan perut masih jauh dari harapan. Menjual “cuap-cuap” di lima tempat berbeda yang jaraknya puluhan kilometer saban minggu, masih menerima order untuk menangani sebuah jurnal bahasa, dan order lain yang sekali-sekali datang untuk berbicara pada lembaga-lembaga yang lebih banyak sosial ketimbang komersial. Boleh  dikatakan saya tidak beda dengan Pak Bam Set : “buruh serabutan!” Bukan mengada-ada, tetapi memang demikianlah adanya. Jadi alibinya: wajar jika tidak produktif! Heu heu heu. Tjee Le Guk (Prof. Celana mode on).

Yang menjadi tidak wajar adalah dalam kurun waktu 33 bulan bergabung di K, ada 9 (sembilan) judul buku yang diterbitkan. Memang buku-buku itu bukan karya saya secara mandiri. Dalam buku-buku yang diterbitkan itu ada tulisan saya. Bagaimana hal itu mungkin terjadi? Saya sendiri juga tidak mengerti. Yang jelas dari tulisan saya yang jumlahnya “sauprit” itu masih dapat ikut menyemarakkan buku-buku yang tersebar menjadi 9 judul. Apakah ini merupakan suatu momentum terbaik di K? Saya tidak tahu!

Tahun 2015 buku Biografi Eduardus Sabda, Abah yang Bersabda dan Bersahaja, yang saya tulis bersama Anjar Anastasia diterbitkan oleh Penerbit Gramedia. Ini memang bukan tulisan yang pernah nangkring di K, meskipun pada saatlaunching buku, saya tulis ulasannya di K.  Kemudian pada Desember 2015, terbit Sehangat Matahari Pagi, untuk mengapresiasi Kompasianer of the Year 2014, Pak Tjiptadinata Effendi. Tulisan saya yang berjudul Membaca Pak Tjip, ikut menghiasi buku yang diterbitkan oleh Peniti Media.

Dari Penerbit yang sama, dan juga fokus yang sama, untuk menyambut 73 tahun Pak Tjip, terbit lagi Spirit Sepasang Merpati. Tulisan saya The Beauty of Pak Tjip, juga diikutsertakan untuk menyemarakkan isi buku itu.

Dari Penerbit Lingkar Mata,  berkaitan dengan Event yang diselenggarakan RTC (Rumpies The Club) terbit dua judul Rampaian Flash FictiondanRampaian Puisi, Apresiasi Sastra RTC. Pada tahun ini juga terbit kumpulan surat para K’er, Sepucuk Surat Untukmu, diteribitkan oleh Penerbit Jentera Pustaka (Mata Pena Group). Surat saya Kepada Desol, ikut meramaikan bunga rampai itu.

Di luar K, ada 3 judul buku yang juga memuat tulisan saya: 70 Syair Syiar Anton De Sumartana, Antologi 45 Penyair NusantaradalamAkusuka Syair Syiar,danAntologi Nusantara Syair Syiar Jiid 2. Dijumlah-jambleh ada 9 buku. Wiiih... saya sendiri juga heran....

foto: koleksi pribadi

Rumah Pembelajaran

Sesederhana macam apa pun,  Kompasiana (K) adalah sebuah komunitas. Komunitas pembelajaran. Saya lebih suka menggunakan istilah “Rumah Pembelajaran”. Di rumah ini kita dapat saling belajar. Belajar memang tidak hanya di bangku sekolah saja, tetapi justru di bangku kehidupan.  Sebagaimana sebuah “rumah”,  komunitas, K juga memiliki tata aturan dan kesepakatan bersama. Kesepakatan itu diungkapkan baik secara tertulis maupun tidak. Secara tertulis kita semua diharapkan sudah tahu, memahami dan menyelaraskan diri dengan visi, misi dan tujuan mulia komunitas ini, yang terjabar dalam “Syarat dan Ketentuan” menjadi warga. Secara tidak tertulis kita semua sudah saling memahami dan  menerapkan budaya, etika dan tata cara pergaulan manusia baik secara regional, nasional maupun universal dalam perilaku kehidupan kita berkomunitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline