Lihat ke Halaman Asli

Teha Sugiyo

mea culpa, mea maxima culpa

Kredo Seorang Guru

Diperbarui: 28 September 2015   23:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Istilah “kredo” ini sengaja kami pungut dari hasrat yang menggelora dan senantiasa “menggoda” untuk menjadi guru yang baik. Pengalaman kami selama puluhan tahun menjadi guru dan berkecimpung di dunia pendidikan, akhirnya memantapkan gagasan kami untuk berkomitmen menjadi guru sepanjang hidup. Pengalaman itu pula yang menuntun kami memiliki keyakinan, kepercayaan sebagai guru yang mumpuni. Keyakinan sebagai guru yang mumpuni itu perlu senantiasa kami semai, kami pupuk dan terus kami kembangkan, kami perbaharui supaya tetap aktual dan mampu beradaptasi dalam segala kondisi dan situasi. Keyakinan sebagai guru yang mumpuni itulah kredo kami.

Wikipedia mencatat, “kredo” (bahasa Latin: credo) atau pengakuan iman merupakan pernyataan atau pengakuan rangkuman mengenai suatu kepercayaan. Dalam Bahasa Latin, kata credo berarti "aku percaya".  Kamus Bahasa Indonesia mengungkapkan “kredo” [Ltn] (1) pernyataan kepercayaan (keyakinan); (2) dasar tuntunan hidup.

Istilah “kredo” dalam dunia sastra, pernah dipopulerkan oleh Sutardji Calzoum Bachri, pada tahun 1973, yang menulis kredo puisi. Isinya membebaskan kata dari beban makna yang diberikan kepadanya. Kemudian istilah “kredo” secara luas juga digunakan oleh sebuah perusahaan asuransi, dan bahkan sebuah organisasi kemahasiswaan KAMMI, juga menggunakan istilah ini dalam pernyatan sikap organisasinya (bdk. Kredo KAMMI).

Istilah “kredo” yang digunakan dalam tulisan ini berkaitan dengan pernyataan kepercayaan atau keyakinan yang dalam bahasa populer lebih dikenal dengan istilah belief.

Menurut Ensiklopedia Encarta (Adi W. Gunawan, 2012: 28) belief atau kepercayaan artinya:

  • Penerimaan akan kebenaran sesuatu; penerimaan oleh pikiran bahwa sesuatu adalah benar atau nyata, seringkali didasari perasaan pasti yang bersifat emosional atau spiritual.
  • Keyakinan bahwa seseorang atau sesuatu bersifat baik atau efektif.

Secara sederhana belief dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang kita yakin benar. Begitu kita meyakini sesuatu sebagai hal yang benar, kita akan sulit mengubah keyakinan itu. Mengapa? Karena memang begitulah sifat kita sebagai manusia.

Ada banyak contoh belief, di antaranya:

  • Hidup adalah perjuangan.
  • Uang itu sumber kejahatan.
  • Cari uang itu susah.
  • Bekerja itu melelahkan.
  • Cinta adalah kasih sayang yang indah.
  • Sukses adalah kebahagiaan.
  • Menjadi guru itu susah.
  • Menjadi guru itu menyenangkan.
  • Menjadi guru itu tidak bisa kaya.

Nah, keyakinan-keyakinan (beliefs) semacam itu sangat memengaruhi diri kita. Ketika kita berpikir ingin melakukan sesuatu, belief itu muncul ke permukaan. Akhirnya kita tidak melakukannya. Kalau pun kita melakukannya hanya dengan setengah hati, tidak sungguh-sugguh.

Misalnya, kita ambil contoh belief “Menjadi guru itu susah”. Nah, ketika kita berpikir bahwa menjadi guru itu susah, maka seluruh tubuh dan otak kita meyakini hal itu, dan akhirnya terjadi demikian.

Ketika kita mengatakan “menjadi guru itu susah”, maka meskipun kita sudah berprofesi sebagai guru, dan banyak tawaran peluang untuk meningkatkan profesionalisme kita sebagai guru, alam bawah sadar kita akan mengatakan, “menjadi guru itu susah”.

Mungkin dulu kita pernah mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan, gagal memberikan pelajaran di kelas, dilecehkan oleh siswa, atau dihina oleh guru lain, sehingga meskipun kita terus menerus berusaha tetapi tidak ada yang mendukung, akhirya kita menyerah. Lalu kita setuju dan mengambil kesimpulan bahwa menjadi guru itu susah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline