JAKARTA. Dalam pemilihan umum (pemilu) tahun 2024, digital marketing diperkirakan akan banyak digunakan oleh para kontestan.
Kontestan tersebut terdiri atas: Partai politik, Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI); Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI); dan Calon Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi / Kabupaten / Kota.
Digital marketing untuk pemilu menjadi sebuah alternatif yang menarik, karena beberapa negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris sudah menggunakannya, dan terbukti ekonomis, efisien dan efektif untuk mendapatkan dukungan pemilih.
Pertanyaannya adalah apakah keberhasilan digital marketing di beberapa negara maju dapat diterapkan di Indonesia?
Sejalan dengan digital marketing pada umumnya, digital marketing untuk pemilu memiliki anatomi yang terbagi dalam 4 bagian utama, yakni: kreasi konten, kurasi konten, distribusi konten, dan penguatan konten.
Semuanya berlandaskan pada kebutuhan pemilih, sekaligus menarik pemilih untuk mendukung dan memilih kontestan.
Untuk itu, terdapat 2 flatform besar sistem informasi digital yang dapat digunakan.
Pertama, Search Engine yang menjadi sarana menjawab pertanyaan pemilih.
Kedua, Media Sosial (Social Media) yang menjadi sarana untuk memicu emosi (triggers emotions) pemilih.
Semua flatform ini sudah lazim digunakan di Indonesia.
Search Engine Flatform tentunya disiapkan berbasis kebutuhan pemilih, dan sebagai faktor penarik bagi pemilih untuk membuka konten kontestan.