PANCASILA ibarat "Pepesan Kosong", para Legislator, Judicator, Executor berspekulasi ihwal isinya hanya dengan mengendus bungkusnya saja. Sedaaap! C.I.A. bukan hanya di Amerika Serikat. PARADOX - di Indonesia justru berpasangan "Mirror Images" (Dextro-Levo Isomerism), yaitu Central INTELLIGENCE Agency versus Central I D I O T Agency. "Test Cases", keduanya sedang diuji melalui "Crop Circle" Yogyakarta dan UFO, yang akan menggambarkan kadar "inteligensia" bangsa Indonesia. Yang Pertama diam-diam menelitinya dengan cermat dengan rujukan banyak literature dan berdasarkan pengalaman pengamatan lapangan yang memadai, tapi sampai hari mereka masih bungkem karena "belum final". Yang Kedua justru serta merta bekoar dan menghujat kian-kemari tanpa referensi studi ilmiah, padahal paling banter pengetahuan mereka cuman bersumber bacaan komik UFO, atau hanya berpengalaman nonton film fiksi "Aliens" melalui televisi di dalam rumah pula (padahal UFO terbang tinggi di atas atap gedung pencakar langit). Memalukan dan memilukan! Sesungguhnya yang diuji adalah "agamawan", maka ada lagi "Crop Circle" dekat Pesantren di Magelang, karena perihal UFO dan awaknya sebenarnya sudah diisyaratkan melalui AL QUR'AN, utamanya Q.S. ke-34 Saba'. Ini sudah barang tentu ada manfaaatnya, terutama bagi Indonesia yang memiliki ribuan pulau berserakan (VTL air transportation). Kehadiran UFO di Indonesia sudah sering, bahkan "Armada UFO" pernah juga mukim sementara di atas Jakarta selama berminggu-minggu. "The Aliens were not friendly!" Kunjungannya tidak bersahabat, karena menyadap "electric energy" dan "bio energy." Mereka menyedot listrik PLN sehingga beberapa "trafo listrik" di dalam gardu "jebol", dan Jakarta mengalami "black out". Para petugas PLN kebingungan karena tidak tahu penyebabnya. Kehidupan manusia semakin complex, dynamic, competitive, maka agama manapun mengajarkan "intelligence systems", utamanya agama Hindu. "Power Shift", maka ada pegeseran dari "military intelligence" ke "economic intelligence", sekarang sudah mulai kelihatan gejala akan beringsut lagi kea rah "prophetic intelligence" untuk menghadapi "Cultural Warfare" mendatang. Kaum elite Indonesia belum siap, apalagi yang awam. KETUHANAN YANG MAHA ESA merupakan Sila Pertama dan Utama falsafah PANCASILA, pedoman berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia. "Ens est bonum, pulchrum, verum." Sudahkah para Pemimpin negeri ini memahami konsep TUHAN Y.M.E. secara benar, bagus, dan baik? Sudahkah agamawan, budayawan, dan ilmuwan Indonesia bersama-sama merumuskannya? Sepengetahuan saya belum, mengapa? "TUHAN seperti GAJAH" - inilah "test case" ikutan setelah "Crop Circle UFO". Berita fiktif yang lebih sensasional ini dibayangkan membahana dan bergaung ke segenap penjuru Nusantara. "Curiousity" juga mendorong tiga orang "buta" menjadi ikut penasaran, maka mereka pun pergi ke kebun binatang untuk "melihat" gajah. Ternyata mereka justru berantem, karena berbeda paham - yang pertama bilang seperti "tiang listrik", yang kedua bilang seperti "selang penyedot septic tank", dan yang ketiga bilang seperti "kipas". Pihak yang berwajib tidak bisa membiarkan rakyatnya konflik berkepanjangan, maka mengambil inisiatif untuk menyaksikannya sendiri, maka berbondong-bondong "study tour" pergi nonton sirkus ke India, karena ingin menyaksikan gajah yang lebih "terpelajar". Dilematis, gajah sirkus memang tampak terpelajar, tapi mengapa tunduk dan takut kepada si "Pawang"? Pejabat yang "educated" ini cukup kreatif, maka mengambil inisiatif membuat patung penghias taman, ternyata yang menawarkan patung mirip "Ganesha" jadi pemenang tender. Argumentasinya cukup kuat untuk diajukan ke DPR. "The show must go on!" - walaupun banyak kritik dari masyarakat karena dianggap syirik, namun proyek jalan terus (gengsi dan komisi). ITB Bandung kena "getahnya" gara-gara patung mirip "Ganesha" tersebut. Berbondong-bondong orang berdemonstrasi ke kampus ITB di jalan Ganesha, karena perguruan tinggi ini berlambangkan "Ganesha". Teroris pun memanfaatkan peluang dan tantangan ini, mereka menggunakan taktik yang "creative destructive". Bukan kerusakan "physical targets" yang mereka utamakan, namun "the ultimate goals" adalah "psychological warfare". Semboyan mereka" "Hancur leburkan seluruh "urinoir, toilet, dan WC!".
"Physical Eyes, Mind Eye, Spiritual Eye" ~ "Military Intelligence, Economic Intelligence, Prophetic Intelligence" ~ "Aristotelian Logic, Transcendental Logic, Quantum Logic." Ini diisyaratkan melalui Wayang Purwo gubahan Wali Songo. "Tiga Pendekar Muda" (The Three Musketeers, Tres Los Caballeros) dari Kudus, tempat berhimpun para Wali masa lampau, berhasrat pula untuk menguak misteri tersebut. Mereka lalu berwisata ke Jakarta untuk bersilaturahim dengan "Resi Bismi", sambil membawa buah tangan "33 - Sinar Tiga Tiga, JENANG KUDUS" (expired: 18 Maret 2011). Mereka menyampaikan beragam informasi dan aneka pertanyaan yang relevan dengan misteri itu, dan ternyata Sang Resi pun tidak bisa serta merta mengungkapkannya. "Inna al Qudusi wa innaa al Qudusi raaji'uun". Sang Resi lalu berdzikir dan berpikir (meditation and contemplation), maka terungkaplah misteri itu, yang jawabannya ternyata sudah tersurat dan tersiratkan melalui informasi dan pertanyaan "Tiga Pendekar Kudus" tersebut. Sang Resi kemudian menjelaskan bahwasanya mereka telah membuktikan kebenaran "prophecy" leluhur orang Jawa: "Mengko yen ono kedung wis asat tuke, ono kebo nusu gudel!" Terbukti Sang Resi itulah yang belajar dari ketiga pendekar muda ini. Sang Resi bersedia menjawab pertanyaan ketiga pendekar ini asalkan mereka memanfaatkan sekaligus senjata-senjata "Pasopati" milik Arjuna, "Cakra" milik Kreshna, dan "Kudi" milik Semar. "Tiga Pendekar Kudus" itupun penasaran, maka bertanyalah mereka serempak: "Apa itu, Mbah!". Sang Resi dengan penuh khidmat menjawab: "Benar, sesungguhnya TUHAN itu seperti GAJAH!" Salam hormat, The Sunset Generation.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H