Lihat ke Halaman Asli

Coba Lihat Kelapa Sawitmu

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Coba lihat kelapa sawitmu

Kejadian ini sudah berlangsung hampir lima puluh tahun lalu. Saat kakak perempuan kedua dan ketiga saya masih berumur 6 dan 8 tahun. Berikut ceritanya.

Kota kecil tempat kami tinggal belum berkembang sepesat ini. Belum ada TV. Jalan Diponegoro Kutoarjo masih sepi. Anak-anak bisa tanpa kuatir menyeberanginya menuju tangsi polisi yang berlapangan lumayan luas (sekarang depan kandang bis Sumber Alam). Anak-anak biasa bermain di sana, main sepakbola atau mencari buah salam jatuhan. Selain itu, di sini tumbuh sebatang pohon kelapa sawit. Nah, buah kelapa sawit adalah salah satu daya tarik.

Kakak senang mencari jatuhan kelapa sawit. Mereka mengupas sabutnya terlebih dahulu, kemudian memecah bijinya dengan batu. Setelah itu, “Nikmat..."

Musim itu, kelapa sawit sedang berbuah lebat. Sepulang sekolah, kakak berencana pergi mencari jatuhan di sana bersama teman-teman. Nah, kali ini, mereka membawa teman baru. Lastri namanya.

Siang itu, sesampai di lokasi mereka langsung berpencar. Setelah beberapa saat, Lastri mendekati kakak yang sudah sibuk memecah kelapa sawit dengan batu. “Hei, Ti, aku dapat banyak,” katanya. Tapi, raut mukanya berkerut, “Tapi kok rasanya pahit, ya?”

“Ah, masa?” jawab kakak, “manis kok.”

“Iya, pahit banget, gak enak sama sekali,” katanya.

“Nih, coba punyaku,” kakak mengulurkan pecahan biji kelapa sawit ke Lastri. “Hm, iya, ini manis,” jawabnya. “Punyaku kok pahit.”

“Ah, coba lihat. Mana biji-biji kelapa sawit yang kamu dapat.”

Lastri memasukkan tangannya ke saku roknya yang gembung. “Ini”, katanya sambil mengeluarkan segenggam biji-bijian yang nampak kering menghitam.

“Banyak sekali. Kami saja di sini masing-masing paling banyak nemu empat biji. Ros nemu dua. Aku nemu empat,” kata kakakku, “di mana kamu mencarinya?”

“Di sana,” jawabnya, “dekat pohon salam.”

Ros langsung menyela, “Coba lihat lagi. Mana biji sawit yang kamu kumpulkan.”

Ros mengambil satu dari tangan Lastri, mengamatinya, dan melemparkannya dengan jijik.

“Las,” katanya, “ini bukan biji kelapa sawit. Itu tahi kambing kering. Ya ampun, sudah berapa biji kamu telan?”

“Hoek! Hoek!” Lastri langsung berusaha memuntahkannya kembali. Kakak dan teman-temannya terpingkal-pingkal sampai mengeluarkan air mata. Lastri melongo. Sepanjang perjalanan pulan dan sesampai rumah, kakak masih tidak dapat menahan tawa. Kami pun terbahak-bahak mendengar certinya. Lastri dan biji ‘kelapa sawit’ pun menjadi legenda di antara kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline