Lihat ke Halaman Asli

Temuan Bawaslu Terkait Pemutakhiran Daftar Pemilih

Diperbarui: 13 Maret 2018   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai lembaga yang berwenang dalam melakukan pengawasan pemilu dan Pilkada menemukan adanya beberapa temuan selama penyelenggaraan Pilkada 2018.  Temuan Bawaslu selama penyelenggaraan Pilkada 2018 tersebut  antara lain (1) Masih ada pemilih yang belum dilakukan penccocokan dan penelitian (coklit) sejumlah 547.144 pemilih oleh Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP); (2) Lebih dari satu juta pemilih belum memiliki e-KTP dan Surat Keterangan (Suket); (3) Adanya PPDP dalam Pilkada 2018 berlatar belakang politik; (4) Adanya Alat Peraga Kampanye (APK) yang dianggap melanggar aturan karena tidak sesuai desain, jadwal atau lokasi yang telah ditetapkan KPU; (5) Adanya dugaan pelibatan pejabat BUMD, BUMN, Anggota TNI/Polri, Kepala Daerah, ASN, dan Kepala Desa dalam kampanye Pilkada Serentak 2018; dan (6) Adanya Pelanggaran kampanye di tempat ibadah dan lembaga pendidikan (Kompas, 13 Maret 2018).

Temuan Bawaslu dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 menyiratkan masih adanya beberapa hal yang perlu diperbaiki oleh KPU dan jajarannya dalam penyelenggaraan Pilkada 2018.  Dari enam temuan Bawaslu tersebut ada tiga temuan yang menurut saya sangat penting yang berkaitan dengan pemutakhiran daftar pemilih yaitu masih adanya pemilih yang belum dilakukan coklit, masih adanya pemilih tanpa e-KTP dan Suket serta PPDP yang beraffiliasi / berlatar belakang politik.   Tiga temuan Bawaslu di atas sangat penting karena menentukan terhadap penetapan daftar pemilih oleh KPU, yang akan menentukan apakah seseorang bisa menggunakan hak pilihnya atau tidak dalam Pilkada Serentak 2018.  Daftar pemilih juga penting karena umunya yang banyak dipersoalkan pada saat terjadi sengketa pemilihan adalah permasalahan daftar pemilih karena pemilih sebagai pemegang suara menjadi penentu dalam kontestasi pilkada.

Sebagaimana yang kita ketahui KPU telah melakukan proses pencocokan dan penelitian daftar pemilih (Coklit) pada tanggal 20 Januari 2018 sampai dengan tanggal 18 Februari 2018.  Coklit dilakukan oleh Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP) secara langsung dengan bertemu dengan pemilih  (door to door) dan secara tidak langsung dengan menghubungi Ketua RT setempat untuk meminta keterangan apabila pemilih sedang bepergian atau tidak berada di tempat.  Melihat proses coklit yang seperti ini maka hampir-hampir tak ada potensi untuk para pemilih yang terlewat tidak dilakukan Coklit oleh PPDP.  Coklit yang dilakukan oleh PPDP ini dilakukan berdasarkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) sehingga semestinya mereka yang belum memiliki e-KTP akan tercoret / tidak masuk dalam daftar pemilih.  Sedangkan bagi warga yang e-KTP masih dalam proses perekaman dapat meminta Surat Keterangan (Suket) kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disukcapil) Kabupaten / Kota yang menyatakan bahwa e-KTP mereka masih dalam proses perekaman.  

Berdasarkan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4), yang  diserahkan oleh Kementrian Dalam Negeri terdapat 160.756.143 penduduk Indonesia yang  memenuhi syarat sebagai calon pemilih.  KPU kemudian melakukan sinkronisasi dengan data pemilih tetap dari pemilu terakhir (Pemilu 2014) dan hasilnya  terdapat 163.346.802 pemilih.

Namun demikian selama pelaksanaan Coklit ini Bawaslu menemukan lebih dari setengah juta pemilih yang belum dilakukan Coklit oleh PPDP.  Bawaslu mencatat ada 547.144 pemilih yang masih belum dilakukan coklit yang tersebar pada 15 Provinsi di Indonesia .  Pemilih yang belum dilakukan Coklit oleh PPDP tentu terancam kehilangan hak pilihnya dalam Pilkada.  Belum tercatatnya mereka dalam proses Coklit dimungkinkan karena kekurangtelitian PPDP karena mungkin ada warga yang pindah masuk, atau bisa jadi karena PPDP-nya sendiri kurang familiar dengan warga disekitarnya karena dia tidak bertempat tinggal pada wilyah tersebut sehingga ada pemilih yang terlewat, atau jadi juga karena dalam satu TPS terdiri dari banyak RT sehingga kemungkinan PPDP menyerahkan sebagian tugasnya untuk melakukan Coklit kepada Ketua RT sehingga pemahaman antar mereka tidak sama sehingga dapat menimbulkan ada yang terlewat pada saat dilakukan Coklit.    

 Temuan Bawaslu lainnya yang sangat penting adalah adanya PPDP yang bertugas melakukan Coklit disinyalir mempunyai latar belakang politik. Bawaslu menemukan ada sekitar 471 orang PPDP yang memiliki latar belakang politik baik dari unsur partai politik, simpatisan dan lainnya.  Mereka tersebar di 8 provinsi dan 30 kabupaten / kota di Indonesia .   Menurut Bawaslu, Bawaslu khawatir PPDP yang berasal dari unsur partai politik itu dapat menimbulkan potensi terhadap pemetaan masyarakat terhadap pilihan politik pada saat pencocokan dan penelitian (Kompas 13 Maret 2018).  Selain itu PPDP yang memiliki latar belakang politik dimungkinkan dapat menyebabkan mereka berlaku tidak independen selama menjalankan tugasnya.  Tidak independennya PPDP menyebabkan mereka bisa tidak fair selama melakukan Coklit terhadap pemilih di wilayah tugasnya, bisa jadi ada pemilih yang tidak tercoklit karena pengaruh faktor ini. Ini tentu yang harus dihindari untuk menjaga agar integritas penyelenggaraan Pilkada 2018 ini tetap terjaga dengan baik.

Menurut Bawaslu, Petugas Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP) yang memiliki latar belakang partai politik antara lain paling banyak ada di Jawa Tengah yaitu di Kabupaten Batang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Demak, Kota Semarang, Kota Salatiga, Kota Tegal, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Sragen, Kabupaten Klaten, Kabupaten Brebes, Kabupaten Magelang, Kabupaten Rembang; disusul Riau pada lima kabupaten / Kota yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kuantan Singginggi, Kabuapten Rokan Hilir dan Kota Pekanbaru;  selanjutnya Jawa Barat ada empat kabupaten / Kota yaitu Kabupaten Bandung, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Karawang dan Kota Depok ; disusul Sumatra Barat pada tiga kabupaten / kota yaitu Kota Padang Panjang, Kota Pariaman dan Kota Sawahlunto  serta Maluku dengan dua kabupaten / kota yaitu Kabupaten Kepulauan Aru dan Kota Ambon.  Sedangkan NTB, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Utara masing-masing hanya satu kabupaten / kota yaitu Kota Bima (NTB), Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sulawesi Utara) dan Kabupaten Tanah Laut (Kalimantan Selatan).  

 Temuan Bawaslu lainnya yang penting selama proses pemutakhiran daftar pemilih adalah ditemukannya lebih dari satu juta pemilih tanpa e-KTP dan Suket yaitu sebesar  1.027.577 pemilih yang tersebar pada 17 Provinsi dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah.  Sesuai aturan daftar pemilih disusun berdasarkan e-KTP sedangkan bagi pemilih yang belum memiliki e-KTP dapat menggunakan Suket dari DinasKependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten / Kota, sehingga jika masih ada pemilih yang belum memiliki e-KTP atau Suket maka mereka dengan sendirinya terancam tidak bisa menggunaka hak pilihnya dalam Pilkada 2018 nanti.  Ini tentu sangat disayangkan karena sebenarnya mereka memenuhi syarat dan memiliki hak pilih.  

Berbagai temuan Bawaslu yang berkaitan dengan proses pemutakhiran daftar pemilih terutama  coklit merupakan PR bagi KPU dan jajarannya agar penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 dapat dilaksanakan dengan demokratis dan dapat terjaga integritasnya dengan menjaga agar rakyat tidak terancam kehilangan hak pilihnya karena persoalan administrasi baik berupa Coklit maupun belum adanya e-KTP ataupun Suket.  




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline