Wacana pembentukan timnas tandingan yang digagas barisan KPSI semakin nyaring terdengar. Timnas versi KPSI ini bahkan sudah memanggil para pemain untuk bergabung dalam TC yang rencananya akan diadakan di Batu, Malang. Timnas versi KPSI memanggil semua pemain yang diklaim mereka sebagai pemain terbaik dari ISL. Pelatihnyapun sudah disiapakan dengan mendatangkan Alfred Riedle untuk membesut punggawa "timnas" ini.
Pro dan kontra mengiringi rencana pembentukan "timnas " ini (sengaja pakai tanda petik, karena untuk membedakan dengan timnas yang asli yang dibentuk oleh PSSI sebagai federasi yang sah). Apalagi dalam kondisi konflik persepakbolaan nasional ini, tak pelak rencana "timnas " ini semakin memperuncing konflik dan menambah permasalahan baru.
MoU Kuala Lumpur antara PSSI, KPSI dan ISL sudah sangat jelas mendudukan posisi dan kewenangan masing-masing pihak. Posisi PSSI sebagai federasi sepakbola yang sah dan legal semakin diperkuat, MoU KL justru menyiratkan kesan FIFA / AFC ingin memproteksi PSSI dari gangguan pihak-pihak tertentu. KPSI yang pada awalnya menggebu-gebu sebagai gerakan penyelamatan sepakbola nasional dengan menggelar KLB Ancol malah mati angin di KL. Hasil-hasil KLB Ancol sama sekali tidak diakui FIFA / AFC bahkan CAS menolaknya terlebih dulu. Di dalam MoU, bahkan tidak sepatahkatapun yang membahas mengenai KLB Ancol maupun dualisme kepengurusan / dualisme federasi, KPSI yang disebut sebagai kelompok kepentingan sebagaian anggota PSSI. ISL bahkan dengan sangat jelas dilabelli sebagai break away league, ini tentu sagat ironis dan label yang sangat tidak menguntungkan apalagi selama ini ISL senantiasa didengung-dengungkan dengan membawa semangat Statuta dan Konggres Bali.
Mendasarkan pada MoU KL yang sudah digariskan FIFA dan AFC sebagai satu-satunya jalan untuk menyelesaikan konflik yang melanda sepakbola nasional dengan membawa semangat rekonsiliasi dan persatuan, seharusnya posisi PSSI, KPSI dan ISL sudah clear. Konflik seharusnya segera diakhiri dengan masing-masing pihak melakukan cooling down sesuai semangat rekonsiliasi dan duduk bersama membicarakan berbagai tahapan penyelesaian masalah yang sudah tertuang dalam butir-butir MoU. Joint Comitte (JC) sebagai komite ad hoc yang sudah disepakati untuk membicarakan butir-butir penyelesaian permasalahan seharusnya didukung agar ada rumusan yang terbaik sesuai kesepakatan masing-masing pihak untuk menata sepakbola nasional yang lebih baik ke depan.
Wacana pembentukan "Timnas" oleh KPSI sudah sangat jelas dan terang benderang merupakan manuver yang tidak segaris dengan semangat MoU. Bahkan bisa dikatakan manuver KPSI sebagai sebuah pengingkaran dan penghianatan terhadap sebuah kesepakatan (MOU). Di dalam MoU sangat jelas bahwa KPSI bukanlah sebuah federasi sepakbola nasional, KPSI hanyalah disebut sebagai sebuah kelompok yang mewakili kepentingan sebagian anggota PSSI. Sehingga secara keorganisasian KPSI tidak mempunyai wewenang sama sekali untuk membentuk dan mengelola timnas sebuah negara.
Surat AFC tanggal 23 Agustus 2012 sudah sangat jelas memberikan peringatan kepada semua pihak untuk jangan coba-coba melenceng dari MoU. AFC dengan tegas menyatakan pelarangan pemain untuk bergabung dengan timnas yang dikelola oleh PSSI sebagai federasi yang sah sebagai sebuah Pelanggaran Yang Sangat Serius (very serious contravention) terhadap MoU antara PSSI, KPSI dan ISL. Secara logika saja, dengan penalaran yang paling sederhana saja kita bisa menyimpulkan bahwa sebuah pelarangan pemain untuk bergabung dengan timnas sudah dinilai oleh AFC sebagai sebuah pelanggaran yang sangat serius, apalagi jika sampai berani membentuk timnas tandingan? Bukankah itu sebuah tindakan yang mubazir, mempermalukan diri sendiri, mengorbankan para pemain serta hanya sebuah upaya untuk mempercepat sangsi dari AFC / FIFA. Tindakan ini juga dapat dinilai sebagai gerakan untuk menyabotase timnas yang resmi dan hanya sekedar untuk memberikan kesan kepada para pendukungnya saja kalau mereka masih eksis dan bisa melawan.
Dalam keadaan normal, segala bentuk pelarangan pemain untuk bergaunung timnas saja tidak diperbolehkan apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini dalam keadaan terikat sebuah kesepakatan sebagaimana MoU KL ini.
Timnas sebuah negara adalah otoritas sebuah federasi sepakbola di negara tersebut. Selama federasi masih ada dan diakui legalitasnya maka tidak ada alasan yang kuat untuk mengambil alih otoritas tersebut. kecuali federasi tersebut dalam hal ini PSSI dibekukan atau dalam keadaan demisioner. MoU KL tidak menyebutkan sama sekali mengenai pembekuan PSSI maupun pengambilalihan PSSI dengan terbentuknya JC. Sehingga tidak ada alasan pembenar apapun bagi KPSI maupun pihak lainya untuk membentuk "timnas" sendiri diluar timnas yang dikelola PSSI. PSSI secara legal maupun keorganisasian masih sah dan legal untuk membentuk dan mengelola timnas.
JC juga tidak mempunyai kewenangan membentuk dan mengelola timnas. Sesuai MoU KL, JC hanyalah sebuah komite adhoc dengan tugas dan wewenang sebagaimana tertuang dalam butir-butir MoU. Di dalam MoU KL tidak ada sama sekali menyebutkan mengenai kewenangan JC daalam pembentukan dan pengelolaan timnas. JC mempunyai tugas yang sangat urgen berkaitan dengan masalah-masalah strategis dalam persepakbolaan nasional seperti dualisme kompetisi, review statuta maupun masalah exco yang dipecat (La Nyalla cs), tidak seharusnya JC diberi tambahan pekerjaan teknis seperti halnya masalah pengelolaan timnas ini. Urusan teknis pengelolaan timnas sudah pada tempatnya menjadi urusan dan otoritas federasi dalam hal ini PSSI. Apalagi mengingat sampai saat ini kinerja JC masih belum optimal dan kurang didukung oleh para pihak bahkan berada dalam bayang-bayang kebuntuan.
Bagi KPSI tidak ada alasan pembenar apapun baik secara hukum maupun keorganisasin untuk mengambil alih pengelolaan timnas maupun membentuk timnas sendiri. KPSI hanyalah sebuah kelompok yang sama sekali tidak punya landasan hukum apapun untuk bertindak sepihak seperti itu. Galibnya sebuah kelompok maka dia tidak punya legalitas untuk bertindak sebagaimana halnya seperti federasi yang sah seperti PSSI. Logiskah sebuah kelompok membentuk dan mengelola timnas sebuah negara sementara pada saat yang bersamaan federasi yang sah dan legal masih berdiri dan diakui oleh FIFA / AFC?
Argumen-argumen yang selama ini disampaikan KPSI hanyalah sekedar alasan - alasan pembenar saja untuk meneguhkan langkah sepihak dan manuver KPSI yang jelas-jelas sebuah penghianatan terhadap MoU. Argumen yang disampaikan hanyalah argumen-argumen dangkal yang tidak ada landasannya baik secara hukum maupun keorganisasian. Argumen - argumen itu hanyalah propaganda murahan semata dan provokasi untuk mendapat dukungan publik sepakbola nasional.