Di dalam UU Nomor 7 tahun 1997 khususnya pasal 44, di sana disebutkan : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan …. dipidana 7 (tujuh) tahun”. Juga disebutkan bahwa “Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan … dapat dipidana 5 tahun”.
Bagaimana dengan “Sate” ? . Sate yang saya maksudkan ini bukanlah sate seperti yang tergambarkan dalam kepala pembaca. Bukan sate ayam, sate kambing atau sate sapi yang dijual di banyak kota dengan ragam kekhasannya. Bukan pula sate kuda yang konon dapat meningkatkan stamina. Sate yang penulis maksud adalah sate sebagai sebuah akronim.
Pembaca tentu sangat familiar dengan istilah “Copas”. Sebuah akronim dari copy dan paste. Copy dalam bahasa Indonesia yang baku diterjemahkan sebagai kata “Salin”, sedangkan “Paste” diterjemahkan sebagai kata “Tempel”. Jika mengacu dengan mekanisme yang sama dalam membentuk akronim “Copas” maka salin dan tempel akan membentuk akronim dengan kata “Sate”. Demikian. Selanjutnya dalam uraian berikut kata sate harus difahami sebagai copas.
Sate seolah sudah merupakan keniscayaan dalam jagat komunikasi daring (online). Mahasiswa yang akan menulis karya tulis ilmiah, paper, tugas akhir, skripsi, tesis, disertasi, dan sejenisnya, nyaris semuanya melakukan sate. Komunikasi dalam media jejaring sosial (sosmed) juga melakukan hal yang sama. Sate. Kalangan akademis, harusnya sudah sangat faham dengan pasal 44 UU Nomor 7 tahun 1997 berikut konsekwensinya. Seorang dosen atau mahasiswa yang melakukan sate melebihi porsi yang ditentukan (misal 30%) dapat dianggap sebagai plagiat. Jabatan, gelar atau ijazahnya akan dicabut.
Fenomena 100% sate kian menggila di jagat komunikasi media jejaring sosial. Pengguna sosmed sering memposting atau menulis status dengan tulisan 100% sate, yang dikesankan sebagai buah pikiran yang bersangkutan. Hal seperti ini jelas tidak etis bahkan sebuah pelanggaran hak cipta. Boleh saja membagi (share) posting teman dengan senantiasa menyebutkan sumber atau penulisnya.
Banyak juga pengguna sosmed yang mendadak seolah menjadi ustadz, dengan memposting dakwah atau tausyiah hasil 100% sate. Atau bisa juga yang betul-betul ustadz melakukan 100% sate untuk dakwah dan tausyiah seluler. SMS, FB, WA dan sejenisnya akan penuh dengan taushyiah 100% sate. Memory HP akan over load, hang dan mati, karena kebanyakan pesan 100% sate. Kalau dakwah yang demikian ini, tentu kita akan berpendapat 100% sate ini belum jelas kehalalanya. Yang pasti 100% sate adalah illegal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H