Lihat ke Halaman Asli

Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila pada Generasi Muda untuk Tercipta Negara Bersih dari Korupsi

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi merupakan suatu bentuk kejahatan yang dilakukan secara terselubung dengan mengambil sesuatu yang bukan haknya. Banyak kasus korupsi yang dilakukan di Indonesia, mulai dari tingkatan birokrasi yang tinggi hingga paling rendah. Kasus kroupsi seakan dianggap sebagai sesuatu yang sudah tidak asing lagi di Indonesia, karena tindakan suap menyuap seolah menjadi kegiatan yang telah menjadi rahasia umum. Bukti nyatanya bahwa kasus korupsi di Indonesia memang sudah tidak asing lagi dapat dilihat dari banyaknya kasus yang telah di tangani dan diselidiki oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Selain itu, berdasarkan studi Transparency Internasional, Indonesia berada di peringkat 114 dari 177 negara (http://www.dw.de/peringkat-korupsi-2013/a-17269164). Hal itu sangat ironi, mengingat “katanya” Indonesia menjunjung ideologi pancasila yang di situ tersuratakan dalam sila ke 4 yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan”.

Di dalam sila ke 4 pancasila tersebut terkandung makna tersirat bahwasanya dalam kehidupan bernegara, kepemimpinan nasional hendaklah terus mengupayakan berjalannya suatu unsur demokrasi yang benar-benar nyata dengan ditunjukkan oleh keterwakilannya seluruh unsur bangsa untuk menjalankan kedaulatan rakyat, bukan suatu sistem demokrasi yang hanya mengutamakan kekuasaan mayoritas atau kaum penguasa dan kaum elite yang berusaha menguasai segala aspek kenegaraan yang selama ini nampak sehingga berakhir serta bermuara pada tindakan korupsi. Adapun, sistemnyata yang diperlukan ialah demokrasi yang menjalankan kedaulatan rakyat atas dasar kearifan lah yang seharusnya ada dalam suatu negara yang menjunjung ideologi pancasila seperti di Indonesia. Namun, hal itu terasa masih jauh dari kata ideal sebagaimana pengertian tersirat dalam sila pancasila tersebut.

Korupsi bukanlah sekedar mengambil uang rakyat, namun lebih mengarah pada pembuktian rendahnya mental bangsa dalam menyikapi sebuah kekuasaan yang telah ditanggungjawabkan. Hal itu dapat dibuktikan dari kasus gayus, kasus hambalang, kasus century dan masih banyak lagi yang terjadi karena adanya suatu kesempatan. Bahkan ada juga yang terjadi karena adanya skenario seperti kasus korupsi simulator sim. Kasus tindak pidana korupsi justru lebih berat dibandingkan dengan kejahatan-kejahatan yang lain. Karena, tindak korupsi berarti menyalahgunakan kepercayaan rakyat atas uang yang talah mereka sumbangkan untuk kemajuan negara. Dengan demikian, sudah pasti bahwa korupsi menunjukkan sikap yang tidak menjunjung rasa nasionalisme.Karena salah satu cermin rasa nasionalime adalah menjunjung tinggi ideologi bangsa yang tertuang di dalam pancasila, yaitu keterwakilannya seluruh unsur bangsa untuk menjalankan kedaulatan rakyat. Namun, dewasa ini keterwakilan seluruh unsur bangsa untuk menjalankan kedaulatan rakyat oleh wakil-wakil raykat terasa belum maksimal. Bahkan, para petinggi dan wakil rakyat cenderung untuk mendahulukan kepentingan mereka tanpa mempedulikan keluh kesah rakyat Indoesia. Hal itu dapat dibuktikan dari kasus korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat di tengah kondisi rakyat Indonesia yang serba kesusahan. Tentu itu sudah dapat dijadikan bukti bahwa, kedaulatan untuk kepentingan rakyat pada perwakilah di lembaga pemerintahan belum mampu terapresiasikan.

Melihat pada kondisi seperti di atas, maka solusi yang dapat dilakukan untuk membangun generasi muda yang anti korupsi adalah dengan merevitalisasi kembali pancasila sebagai ideologi, tujuan, maupun pandangan hidup bangsa pada generasi muda. Penekanan jiwa nasionalisme pada generasi muda tidak cukup dilakukan dengan hanya mewajibkan mengikuti upacara bendera, memperingati hari besar nasional, atau sekedar mengikuti perlombaan untuk memperingati hari kemerdekaan saja, tetapi lebih ditekankan pada penanaman dalam diri sebagai bentuk mentalitas generasi muda. Jangankan untuk memaknai dari falsafah pancasila, karena pada kenyataannya saja masih ada generasi muda yang tidak hafal sila-sila di dalam pancasila. Selain itu,kapan korupsi akan berhenti jika dari generasi ke generasi memandang korupsi sebagai suatu budaya bangsa yang turun temurun jika generasi muda sendiri sudah tidak paham lagi akan nilai nilai yang tersimpan dalam sila pancasila? Sebab, nilai pancasila merupakan pedoman yang ideal untuk terbentuk suatu negara yang mandiri, makmur, dan sejahtera. Selain itu, bentuk implikasi yang lainnya para pemimpin atau generasi sebelumnya dapat menjadi model peran dan pusat identifikasi bagi generasi muda dalam melaksanakan tindakan anti korupsi, termasuk juga dapat dijadikan pembelajaran. Oleh karena itu, penegakan hukum yang jelas dan tegas sangat perlu untuk diterapkan dalam menangani kasus korupsi agar generasi muda juga dapat melihat kebernaran yang sesungguhnya. Sehingga anggapan bahwa korupsi adalah budaya dapat dipatahkan dengan penanganan yang tegas terhadap kasus korupsi.

Langkah selanjutnya adalah upaya menanamkan virus anti korupsi. Jika David Mc Clelland sukses dengan menyebarkan virus n-ach, Stephan Covey dengan seven habits, untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, tentunya virus-virus anti korupsi juga perlu untuk disebarkan kepada generasi muda yang merupakan agen perubahan bangsa (Helmi, 1996:9). Penyebaran virus tersebut dapat dilakukan dengan melalui lembaga pendidikan yang merupakan agen sosial yang cukup strategis untuk menamkan nilai-nilai pada individu (generasi muda).

Model penyampaian atau penyebaran virus tersebut dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, sosialisasi, kemudian diharuskan untuk mengimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari yang nyata sebagai bentuk pembelajaran. Seperti halnya dalam kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Sejauh ini, guru memandang kepandaian siswa siswi mereka dilihat dari aspek nilai yang mereka dapatkan di akhir ujian. Sehingga anak akan menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan nilai yang baik, seperti mencontek teman atau membawa catatan kecil ketika ujian. Padahal, secara tidak langsung hal tersebut merupakan awal mula bibit penyakit korupsi itu muncul. Anak berusaha mendapatkan apa yang mereka mau dengan cara yang tidak benar. Hal itu juga sejalan dengan tindak korupsi yang ingin mendapatkan apa yang diinginkan dengan mengambil bukan haknya. Sudah semestinya sistem yang selama ini ada dalam pendidikan untuk disesuaikan dengan tujuan bangsa serta pandangan hidup bangsa, yaitu pancasila dengan cara direvitalisasi kembali nilai-nilai pancasila dalam diri peserta didik. Selain itu, penilaian dalam kegiatan belajar mengajar perlulah untuk lebih memperhatikan penilaian secara proses, bukan diukur dari hasil akhir yang pada kenyataannya banyak dilakukan dengan cara menyimpang oleh peserta didik.

Generasi muda merupakan bibit awal pemimpin negara dan pemimpin merupakan penggerak serta motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional. Termasuk di dalamnya juga menjadi pemimpin negara yang anti korupsi. Jadi, sudah menjadi kewajiban untuk menekankan nilai-nilai pancasila sejak usia dini agar tercipta mental nasionalisme yang kuat sehingga kasus korpsi tidak akan terjadi lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline