Lihat ke Halaman Asli

AS Riady

Warga menengah ke bawah

Maniak Winning Eleven dan Dukungan Pak Pur

Diperbarui: 16 Juni 2020   16:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gamersyde.com

Game menjadi hiburan yang cukup mengasyikkan. Pernyataan ini kerap kita dengar dari mereka yang lahir tahun 90-an sampai 2000-an, termasuk saya. Tapi bagi generasi yang datang sebelum tahun itu, game merupakan benalu yang bisa membuat orang lupa waktu.

Dulu, ibu saya kerap marah-marah setiap kali memergoki saya bermain playstation 2. Setiap itu juga saya harus pulang dengan wajah menunduk dan murung. Katanya, "buang-buang uang. Pulang. Lebih baik uangnya ditabung dan waktunya digunakan untuk mengerjakan PR dari sekolah." Alhasil saya kerap mencuri-curi waktu untuk bermain playstation 2.

Padahal saat itu tidak sedikit uang yang saya peroleh dari mengikuti berbagai turnamen playstation 2 di kampung, khususnya winning eleven. Ya, karena kali pertama saya memegang stik playstation 2, hanya winning eleven yang saya mainkan dengan khusyuk dan khatam.

Bukan sombong, tapi di satu kecamatan, saya kerap diperhitungkan ketika mengikuti turnamen. Beberapa kali saya menempati urutan teratas, tapi seringnya saya menjadi kontestan tetap semifinal. 

Jarang sekali saya jatuh di pertandingan awal. Bahkan di beberapa turnamen saya dilarang untuk ikut oleh penyelenggaranya, karena tidak ada lawan tanding yang seimbang. Pernah juga suatu ketika, saya ikut turnamen tapi harus memakai tim yang dipilihkan oleh lawan.

Pernah sekali waktu, dalam tempo satu bulan, saya bisa meraup keuntungan satu juta dua ratus berbekal ikut turnamen dan menang. Padahal saat itu saya hanya mengeluarkan uang delapan puluh ribu untuk dua turnamen itu. Uang sejumlah satu juta dua ratus itu cukup besar bagi saya waktu itu. Uangnya tidak saya tabung, justru saya gunakan untuk menjalin relasi erat dengan teman sejawat. Membayari mereka main playstation, beli es teh sisri, dan sosis.

Rekor saya terlama main winning eleven adalah dua hari dua malam. Berhenti hanya untuk sekadar shalat fardhu barang 3 menit. Sampai-sampai semua pemilik rental plasystation hafal dengan saya. Akrab seperti anaknya sendiri. Ya itu rekor yang cukup saya banggakan waktu itu, tapi tidak untuk sekarang.

Cerita soal pengalaman saya bergelut dengan winning eleven, saya tidak bisa melupakan nama Pak Pur. Jasa dan kebaikannya tidak bisa dianggap remeh dalam menunjang karir saya di dunia per-playstation-an.

Pak Pur, saya tidak tahu nama panjangnya, namun ia akrab dipanggil dengan nama pendek itu. Rumahnya ia sulap menjadi ladang bisnis playstation 2 sejak kali pertama ia tinggal di situ. Aslinya ia warga Semarang, dan rumah itu milik mertuanya yang sudah meninggal.

Seingat saya, dulu ia memiliki empat belas telivisi lengkap dengan playstationnya. Dan setiap waktu selalu penuh, apalagi di hari-hari libur orang yang akan bermain harus antri kayak sembako. Tidak masalah menunggu barang dua atau tiga jam, asal jatahnya tidak digeser oleh orang lain.

Saya sering mampir dan main di tempatnya. Ia selalu menyambut saya dengan ramah. Sekali dua kali saya pernah hutang kepadanya karena uang yang saya bawa tidak cukup untuk main playstation 2 dan minum es teh sisri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline