Lihat ke Halaman Asli

Ahmad Sugeng Riady

Warga menengah ke bawah

Akhlak terhadap Guru Versi KH Hasyim Asy'ari

Diperbarui: 25 November 2017   20:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengawali pembahasan dalam tulisan ini, saya ingin bercerita sedikit tentang efek hukuman dari guru. Teringat masa Taman Kanak-Kanak yang ketika itu saya mendapatkan hukuman dicubit karena makan tidak dihabiskan. Pada waktu itu, beliau bilang bahwa yang dicubit bukan saya, tapi setan yang ada di dalam tubuh saya. 

Ya...meski menangis, makannya tetap saya lanjutkan sampai habis. Mungkin cara yang dilakukan oleh beliau jika dilihat dari kacamata hari ini bertentangan dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Tapi ternyata efeknya itu sangat besar ketika saya sudah beranjak dewasa. Misalnya ketika makan saya mengambil secukupnya (dikira-kira), supaya makanan yang telah saya ambil bisa habis dimakan. Kemudian bisa menghemat, misalnya jajan secukupnya tidak berlebih-lebihan. Dan masih banyak lagi efek-efek positif hanya karena sekali cubitan dengan alasan setan ada ditubuh saya.

Tulisan ini tidak hendak membandingkan posisi penulis pada masa di Taman Kanak-Kanak dengan posisi murid hari ini, juga tidak memaparkan guru-guru yang telah menghasilkan murid-murid jempolan. Tapi tulisan ini lahir dari hasil pengamatan penulis yang merasa bahwa dunia murid sudah hampir habis. Bukan hanya dibangku sekolah, tapi dimasyarakatpun dunia kemuridan sudah terkikis oleh perkembangan media sosial yang luar biasa pesatnya. 

Ada dua akibat yang timbul dengan berguru pada media sosial. Pertama, membuat orang menjadi bermental guru. Bahkan orang yang belum tahu sebab musababnya sekalipun jika sudah membaca postingan dimedia sosial sudah berani berbicara di depan publik dengan menjustifikasi salah yang tidak sepemahaman. Semua orang ingin digurui, menganggap apa yang diperbuat dan apa yang dikatakan sudah pasti benar. Maka dampaknya akan berakibat pada yang kedua, yakni terjadinya konflik dan kekacauan. 

Karena bisa jadi semua merasa menjadi guru dan tidak ada yang mau menjadi murid. Bisa jadi juga ada yang jadi murid tapi tidak mau digurui oleh guru yang suka menggurui. Nah.....untuk menyikapi itu, penulis menawarkan gagasan dari salah seorang tokoh muslim yang namanya banyak dikenal oleh orang, beliau yakni KH Hasyim Asy'ari. Dalam kitabnya Adab al-'Alim wa al-Muta'allim, beliau memberikan penjelasan salah satunya tentang akhlak murid terhadap guru.

Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwasannya seorang murid hendaknya bersungguh-sungguh dalam belajar dan berhati-hati dalam memilih guru. Kriteria pertama guru yang diutamakan adalah guru yang sesuai dengan bidangnya. Maksudnya jika pelajaran yang diajarkan adalah fiqih maka gurunya harus ahli dalam bidang fiqih, jika pelajaran yang diajarkan adalah sejarah maka gurunya harus ahli dalam bidang sejarah, dan seterusnya. 

Kriteria kedua yakni mencari guru yang mengasihi dan menyayangi muridnya. Misalnya jika muridnya salah maka dibenarkan, tidak dibiarkan dalam kesalahan. Itu menandakan bahwa guru tersebut mengasihi dan menyayangi muridnya. Kriteria ketiga yakni mencari guru yang menjaga muru'ah atau menjaga dari perbuatan-perbuatan yang tercela. Kriteria terakhir adalah metode yang digunakan bagus. 

Artinya cara penyampaian materi pelajaran bisa mudah untuk dipahami. Inilah keempat kriteria guru yang harus dicari dan dipilih oleh seorang murid menurut KH Hasyim Asy'ari.

Setelah mendapatkan guru yang sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan, seorang murid harus patuh dan tidak keluar dari nasehat-nasehat dan aturan yang telah ditentukan oleh gurunya. Misalnya seorang guru membuat peraturan tidak boleh bermain gadget di dalam kelas, maka murid harus mematuhinya. Dengan mematuhi peraturannya, seorang murid telah melaksanakan sikap 'menghormati' terhadap guru.

Selanjutnya, seorang murid juga harus berbudi pekerti yang baik di hadapan gurunya. Misalnya dalam adat Jawa jika berjalan di depan guru harus membungkukkan badannya, berkata-kata yang sopan, bertingkah laku yang santun, berpakaian yang sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan, dan lain sebagainya. 

Akhlak selanjutnya yakni selalu mendoakan gurunya ketika beliau masih hidup atau sudah meninggal dunia. Akhlak yang seperti ini perlu, gunanya untuk menjalin ikatan emosional antara seorang murid dan gurunya. Selain itu, efeknya juga memuat ilmu yang diberikan oleh seorang guru bisa bermanfaat kepada muridnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline