Lihat ke Halaman Asli

Membaca UU Pilkada yang hanya berumur 2 hari dan Perpunya

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Situasi menjelang masa pergantian kepemimpinan nasional di Indonesia, ternyata menyisakan sejumlah catatan sejarah penting, terutama drama pertarungan politik di pentas parlemen antara dua kubu koalisi, terutama terkait pemilihan kepala daerah. Pertentangan kedua kubu sepertinya bukan merupakan pergulatan substantif, tetapi lebih kepada keinginan masing-masing kubu untuk menguasai parlemen dan menunjukkan kepada lawan siapa yang paling kuat.

UU No. 22 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, atau yang lebih populer dengan sebutan UU Pilkada baru saja ditanda tangani oleh Presiden SBY tanggal 30 September 2014. Ide paling fundamental  dari UU ini tidak lain adalah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yaitu Gubernur, Bupati dan Walikota secara tidak langsung. Namun dua hari berselang, Presiden SBY kemudian menandatangani Perpu No. 1 Tahun 2014 untuk mengembalikan system pemilihan kepada pemilihan langsung. Bagaimanapun ini adalah tontonan akrobatik legislasi tingkat nasional yang bikin geleng-geleng kepala. Bisa dibayangkan berapa harga yang harus dibayar oleh kita (pembayar pajak alias rakyat), baik dari segi nominal maupun immateri untuk menunjang proses legislasi tersebut, mengingat ketentuan perundangan selevel UU ini hanya berlaku selama 2 atau 3 hari saja!.

Apabila ditelisik, berikut ini adalah ringkasan perbedaan yang mencolok antara UU dan Perpu ini:


  1. Dalam hal tebal halaman, UU Pilkada hanya berjumlah 62 halaman, lebih 'green' nampaknya, hehe, sangat jauh jika dibandingkan dengan Perpu Pilkada yang mencapai 143 halaman, dan itu belum termasuk penjelasan.
  2. Penekanan pertimbangan dalam UU Pilkada adalah pada permasalahan pemilihan kepala daerah yang dipandang tidak sesuai dengan prinsip demokrasi. Di sisi lain, Perpu Pilkada menekankan kembali pentingnya kedaulatan rakyat dan demokrasi ditegaskan dengan praktek pemilihan langsung.
  3. UU Pilkada juga memuat ketentuan repetitive tentang pemerintahan daerah, DPRD, dsb. Sedangkan Perpu Pilkada lebih fokus pada substansi pemilihan, dan lebih straightforward dan  rinci dalam menjelaskan aktor, institusi dan mekanisme pemilihan.
  4. Asas pemilihan adalah perbedaan yang paling fundamental, di mana UU Pilkada emngusung pemilihan tidak langsung (pasal 3), sedangkan Perpu Pilkada mengembalikan metode pemilihan menjadi langsung (Pasal 2).
  5. Sebagai konsekuensi dari pemilihan tidak langsung, UU Pilkada menghilangkan fungsi KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Panwas, sedangkan Perpu pilkada memulihkannya.


Di luar perbedaan-perbedaan tersebut, ternyata UU Pilkada juga mengusung beberapa hal yang serupa dengan perpu Pilkada, antara lain:


  1. Pemilihan kepala daerah akan dilakukan secara serentak mulai 2015 (pasal 4, UU Pilkada dan pasal 3 perpu Pilkada)
  2. Adanya kewajiban uji publik bagi calon peserta pemilihan kepala daerah
  3. Keduanya juga memuat persyaratan calon peserta pemilihan kurang lebih sama, yaitu antara lain bisa berasal dari parpol atau perseorangan
  4. Pengaturan mengenai ketentuan pidana juga memiliki kemiripan, atau mungkin 100% sama.


Demikian kurang lebih hasil pembacaan sementara dari persamaan dan perbedaan dari kedua produk legislasi yang menghebohkan itu. Bagi yang membutuhkan Salinan PDFnya bisa klik link ini UU PilkadaPerpu Pilkada, dan penjelasannya.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline