Lihat ke Halaman Asli

Akhlak atau Syariat Dulu?

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perselisihan antar umat beragama dan antar golongan agama selalu membawa-bawa keburukan akhlak orang lain. Mereka bilang penganut ini begini, jamaah itu begitu, tokoh anu begono. Namun benarkah demikian?

Sebagai seorang muslim saya tidak boleh ragu dengan sesatnya agama selain islam. Namun begitu banyak contoh non muslim yang berakhlak mulia, lebih dari sebagian muslim yang saya kenal. Bunda Theresa, salah satunya. Siapa yang bisa mengingkari akhlak beliau? One of the best christian, i think. Tapi saya tetap wajib untuk tidak ragu akan kekafiran beliau.

Begitu pula jika saya posisikan diri sebagai seorang muslim yang bukan penganut tasawuf. Saya tahu ada jama’ah tasawuf yang memiliki akhlak baik seperti Jama’ah Tabligh. Sejarah pun mencatat seorang salahuddin al ayubi sang pembebas al Quds, beliau pun seorang sufi. Dari fakta tersebut saya tetap tidak menganut kewajiban bertarekat.

Orang non-muslim yang ingin masuk islam, jika memperhatikan akhlak sebagian kaum muslimin mungkin tidak akan jadi masuk islam. Umat islam terpecah belah, ada yang ngebom sana ngebom sini, dan lain sebagainya.

Saya tidak ada urusan dengan akhlak orang lain, yang terpenting adalah mengurusiakhlak diri sendiri. Akhlak penganut suatu kepercayaan bukan menjadi penentu kebenaran, tetapi esensi dari ajarannya secara utuhlah yang menentukan benar tidaknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline