Lihat ke Halaman Asli

Peningkatan Akses Pendidikan di Indonesia

Diperbarui: 25 Februari 2017   21:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak kemerdekaan Indonesia 72 tahun lalu hingga saat ini, sektor pendidikan merupakan salah satu permasalahan yang masih menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia. Fasilitas pendidikan yang belum merata, kualitas tenaga pengajar yang belum memadai, serta berbagai permasalahan lainnya masih belum mampu diselesaikan oleh pemerintah hingga saat ini.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasi pada bulan Februari 2015, terdapat 82.190 wilayah administrasi setingkat desa di Indonesia. Dari angka tersebut, sebanyak 13,37% tidak memiliki fasilitas Sekolah Dasar (SD) termasuk Madrasah Ibtidaiyah pada Desember 2014, sebanyak 3,89% belum memiliki fasilitas Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP) dan 11,54% belum memiliki fasilitas Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA). Secara total, ada 12.706 desa dari keseluruhan 82.190 desa yang belum memiliki fasilitas pendidikan.

Angka tersebut tentu bukan angka yang kecil. Minimnya fasilitas pendidikan tersebut merupakan penyebab utama tingginya angka anak-anak putus sekolah di Indonesia. Semakin tinggi angka persentase daerah yang tidak memiliki fasilitas pendidikan, semakin tinggi pula angka persentase masyarakat yang putus sekolah. Bukannya tidak ingin bersekolah, tapi tidak ada fasilitas yang memadai. Perlu kita akui bahwa anak-anak Indonesia memiliki semangat menempuh pendidikan yang tinggi. Kita sering melihat berita mengenai anak-anak yang rela menempuh perjalanan berliku untuk sampai ke salah satu sekolah di kecamatan atau desa lain.

Bahkan penulis pernah membaca sebuah berita tentang seorang relawan asal Swiss bernama Toni Ruttiman yang membangun jembatan di daerah terpencil di Indonesia sehingga dapat memudahkan anak-anak yang ingin bersekolah di desa lain. Penulis merasa miris membaca berita tersebut, karena hal ini seharusnya adalah tanggung jawab pemerintah Indonesia. Anggaran pendidikan 20% belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah. Bahkan anggaran tersebut malah dikorupsi. Menurut hasil pantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi anggaran pendidikan selama 2006-2015 mencapai Rp 1,3 triliun.

Selain itu, kualitas tenaga pengajar di Indonesia juga belum sepenuhnya memenuhi standar kebutuhan industri. Dari hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang dipublikasikan pada April 2016 lalu, hanya 192 dari 1,6 juta guru yang memperoleh nilai di atas 90. Sementara nilai rata-rata UKG hanya 56. Rendahnya kualitas tenaga pengajar Indonesia juga menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Tidak sedikit daerah di Indonesia yang memiliki fasilitas sekolah yang memadai, namun dengan kualitas tenaga pengajar yang rendah. Alhasil, sekolah di Indonesia belum mampu menghasilkan pelajar berkualitas.

Indonesia masih harus banyak melakukan pembangunan dalam sektor pendidikan agar mampu memberikan akses pendidikan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah Indonesia harus lebih memperhatikan peningkatan akses pendidikan di daerah terpencil karena selama ini pembangunan akses pendidikan lebih banyak terfokus pada daerah perkotaan. Hal ini berakibat pada kurangnya pemerataan kesempatan untuk pendidikan di daerah terpencil.

Pemerintah Indonesia sudah menetapkan anggaran 20% dari APBN atau APBD untuk pendidikan sejak amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945. Anggaran ini dimaksudkan untuk pembangunan di sektor pendidikan termasuk di dalamnya mendirikan fasilitas pendidikan yang memadai bagi masyarakat. Dana tersebut seharusnya digunakan dengan semaksimal mungkin untuk pendidikan, tanpa adanya penggelapan dana oleh aparat pemerintah. Semakin banyak dana yang dikorupsi, semakin menderita pula anak-anak Indonesia di daerah terpencil karena tidak bisa mendapatkan fasilitas pendidikan yang memang seharusnya menjadi hak mereka.

Penulis berpendapat bahwa pemerintah masih bisa melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses pendidikan di Indonesia. Pembangunan fasilitas pendidikan tidak harus melibatkan biaya yang mahal, selama anggaran yang diberikan dimanfaatkan secara efisien. Selain itu, pemerintah dapat menyelenggarakan program pelatihan dan sertifikasi bagi tenaga pengajar Indonesia. Dengan demikian, diharapkan kualitas tenaga pengajar di Indonesia juga dapat meningkat dan berdampak positif pada peningkatan kualitas pelajar yang dihasilkan.

Pemerintah juga hendaknya memiliki komitmen untuk mendistribusikan bantuan pendidikan kepada sekolah dan memastikan bahwa bantuan yang diberikan tidak dimanfaatkan secara ilegal oleh aparat baik pemerintah daerah maupun manajemen sekolah. Selain itu, pemerintah dapat memberikan penghargaan bagi tenaga pengajar atau sekolah yang memiliki prestasi yang baik agar memotivasi dunia pendidikan menjadi lebih baik.

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam suatu negara. Pemerataan akses pendidikan yang berkeadilan menjadi salah satu faktor pendukung suatu negara untuk maju. Jika pendidikan di Indonesia mampu mencapai kualitas yang maksimal, maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia dapat menjadi negara maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline