Lihat ke Halaman Asli

Pantai Petang

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

kusebut pantai petang,
labuhan mu bukan pengistirahatan-ku
jalan pasti, yang isinya melulu debu
dan pandang kita adalah langit-langit mendung dan terik bergantian

.

di pesisir kau tinggalkan aku disitu
merayap pasir dan getir ombak menggulung kuyu tanpa jeda
tidak seperti usaha kita...
gemuruh ini berbeda, milikku cuma nestapa

.

pada bias desir ini aku mencari-cari dengar, kuharap kau panggil namaku
tapi, genta pula meraung memanggil waktu, telatku alihkan perhatian
dan aku buat masalah, yang menyebut lalim dan enggan kupeluk suka-cita

.

aku berteman dengan nyiur yang kesepian
mungkin juga hewan-hewan lainnya dibalik karang
sampai petang... aku bersenandung tentang bintang yang tersandung
dan inginku selalu mendung

.

bisa jadi aku terlupakan
karena terlipat dalam halaman yang engkau sebut "dulu"
atau tersapu
oleh derak hidup urban yang bergerak semerbak
namun bukan kembang diseri
tapi besi-besi lintang tak rapi

.

pantai petang,
kutinggalkan disitu catatan sepiku
yang benyek dialu setiap waktu
tetang mawar yang tumbuh dipadang gersang
seperti tubuh kurusku yang kerontang..

.

kudesiskan paragraph bagi telingaku sendiri :
"aku tak lagi berdiri pada anak tangga menuju rumahmu, yang sepi
enggan lagi jeritkan kamu upaya perhatian, keluh kesah kemarin mengernyit gigir soal prasangka, dimana temaram melesak bagai busur menyelak udara, aku kaitkan umpan guna engkau kelak bertanya.."

.

banten, 2009




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline