Lihat ke Halaman Asli

Suer@nywhere

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Pesan Konservasi dari Sebutir Gigi

Diperbarui: 11 Mei 2016   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: swanson-media.com

Selama tiga dasawarsa lebih menghuni bumi, saya tak pernah ke dokter gigi karena tak pernah sakit gigi. Hingga suatu senja, sang gigi mulai cari perhatian. Seperti gesekan biola yang mendengking naik lima oktaf. Ngilunya itu memilukan. Mata terpicing menahan nyeri hingga mulut mendesis.

Cenat-cenut itu timbul, hilang, timbul, hilang, timbul lagi seperti gelombang yang tak bosan menerpa pantai. Rekan kerja saya menyarankan minum air garam. Puihhh...nggak manjur. Makin perih, makin ngilu, dan bonus rasa asin pahit.

Gawat nih. Besok saya harus ke Jakarta. Gigi ini tak boleh menggagalkan rencana. Dengan pasrah saya datangi klinik gigi dekat pasar Jayapura, di ujung Jalan Diponegoro. Kliniknya sepi. Hanya seorang perempuan di ruang tunggu, dengan suara lembut dan tatapan sendu. Apa semua pegawai klinik gigi bertampang sendu kayak gitu? Biar kelihatan simpati, gitu?

Lelaki setengah baya, rambut dan kumisnya nyaris putih merata, berkemeja dengan jas putih khas dokter menyambut saya. Diiringi senyum tipis, saya diminta duduk di kursi pasien. Sebuah kursi santai setengah telentang, berwarna hitam dengan sandaran tangan berlapis kulit imitasi. Lampu sorot kecil dengan kaca kusam dan seperangkat alat berbahan stainless steel terletak di sisi kanan dan kiri kursi santai ini.

Tanpa banyak bicara, saya tiduran dengan mulut menganga, terbuka selebar-lebarnya. Berbekal dua alat di tangan, dokter tua ini mulai mengorek, menggoyang, dan mengetuk-ngetuk gigi saya.

Saya kontan menjerit, ”Dzzok…zangan zigezok zong, zakik izu…!”

Nggak ngepek. Si dokter malah menjawab santai, ”Giginya berlubang nih, sudah retak, dicabut aja ya.” Eeebuzzettt....

“Dok, saya baru kali ini sakit gigi, masa’ langsung main cabut aja. Nggak mau ah....” jawab saya setelah tidak ada alat di rongga mulut.

“Ya sekarang ditambal dulu, kalau sudah tidak sakit baru dicabut.”

“Kalau udah nggak sakit berarti sembuh dong,” bantah saya.

Dokternya hanya sekilas menatap saya dengan raut muka datar, lalu memberi kode agar saya membuka mulut. Cara jitu membungkam pasien cerewet. Mangap....

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline