Lihat ke Halaman Asli

Suer@nywhere

Mencoba membaca, memahami, dan menikmati ciptaanNya di muka bumi. Action to move forward because word is not enough. Twitter/Instagram: @suerdirantau

Pengalaman ini Jangan Ditiru: 1. Pajak Progresif

Diperbarui: 4 April 2017   17:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Otomotif. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Manusia itu tempatnya salah. People make mistakes. Hayoo…apalagi jargon yang biasa kita gunakan sebagai alasan pemaaf dan pembenar? Tak ada gading yang tak retak? Halah, bawa-bawa gading segala. Macam udah pernah neliti gading aja. Sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga? Jiahhh, emang pernah liat tupai jatuh?

Yang jelas, kita semua pernah berbuat kesalahan karena kekhilafan (tau tapi lupa) atau sengaja (tau tapi tetap berbuat sambil berdoa nggak ketahuan). Itu alasan yang biasa termuat dalam peraturan. Tapi ada juga yang melakukan sesuatu karena ketidaktahuan alias masih bego. Nah, perbuatan bego ini ada yang berdampak hukum, tapi ada juga yang dampaknya cuma malu yang bikin kita mesem-mesem sambil njedotin kepala ke bantal.

Sebego-begonya manusia adalah yang tidak belajar dari kesalahannya sendiri atau kesalahan orang lain. Nah, biar nggak ikutan bego, berikut ini hal-hal bego yang harus kita hindari terkait dengan pajak progresif kendaraan bermotor.

Pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah mata pencaharian pemerintah daerah. DKI Jakarta saja mentargetkan sekitar Rp.6 triliun pada tahun 2015. Bahkan dengan alasan mengurangi kemacetan, pemerintah DKI dan Jawa Barat telah menerapkan pajak progresif. Seseorang yang memiliki kendaraan lebih dari satu, maka kendaraan ke dua dan seterusnya akan dikenai persentase PKB yang lebih besar, yang nilainya diatur berdasarkan peraturan daerah.

Perda DKI No.2 tahun 2015 menentukan PKB untuk kendaraan pertama adalah 2% dari nilai jual kendaraan. Setiap tambahan kendaraan akan dikenai tambahan pajak 0,5% hingga kendaraan ke 17. Jadi kendaraan ke-2 kena 2,5%, ke-3 kena 3% dan seterusnya hingga kendaraan ke 17 akan terkena 10%. Kalau ada orang Jakarta yang punya mobil lebih dari 17, nah…ini belum kepikiran sama pembuat peraturan. Sedangkan Provinsi Jawa Barat, sesuai Perda No.13/2011, kendaraan pertama dikenai PKB 1,75%, ke-2 kena 2,25%, ke-3 kena 2,75%, ke 4 kena 3,25%, ke 5 dan seterusnya terkena 3,75%% dari nilai jual kendaraan. Mayan kan?

Secara naluriah, kita cenderung menghindari pajak progresif. Selama ini pengenaan pajak progresif didasari oleh nama kepemilikan. Sehingga tiga kendaraan atas nama tiga orang dengan alamat yang sama, belum dikenai pajak progresif. Namun sejak pertengahan 2015, pengenaan pajak progresif sudah memperhitungkan alamat pemilik. Jadi suami, istri, dan anak yang masing-masing punya kendaraan atas nama masing-masing, akan dikenai pajak progresif sepanjang alamatnya sama. Itu kata peraturannya. Praktiknya, ya ntar kita cari tahu deh ya…

Apa yang terjadi ketika kita menjual kendaraan lalu membeli kendaraan lagi?. Buruan lapor ke kantor Samsat (sistem administrasi satu atap) di mana kendaraan terdaftar, untuk menghapus nama kita sebagai pemilik kendaraan yang telah dijual. Istilahnya blokir kendaraan. Dengan cara itu, pembeli mobil kita harus mengurus proses balik nama kendaraan atas namanya sendiri. Maka terbebaslah kita dari pajak progresif.

Nah, dalam lika-liku pajak progresif inilah dapat terjadi sedikitnya tiga jenis kekhilafan atau kebegoan akibat ketidaktahuan.

Kebegoan pertama. Seorang kawan membeli mobil bekas dari temannya tanpa mau mengurus proses balik nama. “Yang jual kan temen, pinjem KTPnya aja saat bayar pajak kendaraan”, begitu alasannya.

Belakangan dia agak keqi. Nilai PKBnya lebih besar akibat pajak progresif. Dia lupa, temannya itu punya mobil banyak hehehe…

Beberapa dari kita juga ada yang nekat “nembak KTP” (ini praktik yang salah, jangan ditiru) untuk perpanjangan STNK (istilah umum untuk bayar PKB) mobil bekas yang dibelinya. Nah, andaikata si penjual itu tidak punya mobil lagi, maka modus itu bisa menguntungkan si pembeli. Lalu jika si penjual itu membeli mobil baru tanpa memblokir mobilnya yang sudah dijual, otomatis mobil barunya ditandai sebagai mobil kedua, dan terimalah pajak progresif itu dengan duka lara. Inilah jenis kebegoan kedua.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline