Sejak satu tahun ini pupuk bersubsidi di Bengkulu langka, di Kabupaten Kaur misalnya, beberapa petani padi memiliki “joke” lebih mudah mendapatkan ganja ketimbang pupuk subsidi.
“Sepanjang 2014 pupuk subsidi sulit didapat jadi kami tak memakai pupuk, jika ada mahal, kondisi ini mengakibatkan panen anjlok,” kata Mian, salah seorang petani di Kelurahan Dusun Besar, Kota Bengkulu, Senin (8/12/2014).
Ia katakan petani untuk mendapatkan hasil maksimal setidaknya membutuhkan tiga jenis pupuk bersubsidi, yakni urea, TSP dan phonska. Dalam satu hektare tanaman padi membutuhkan setidaknya 300 kilo gram ketiga pupuk itu, untuk satu musim.
“Jika pupuk mudah didapat harganya terjangkau per hektare sawah mampu menghasilkan 3,5 ton gabah, nah karena tak pernah dipupuk sawah saya cuma dapat 1 ton gabah,” kata Mian yang bergabung dengan kelompok tani Talang Ilo ini.
Untuk harga pupuk bersubsidi jenis urea dijual dengan harga Rp 50 ribu per 50 kilogram. Sedangkan yang nonsubsidi mencapai Rp 400 ribu. Petani menyatakan keheranannya mengapa pupuk bersubsidi seperti menghilang dari peredaran.
Beberapa petani sawah menyebutkan, hilangnya pupuk bersubsidi sejak maraknya perkebunan kelapa sawit. Keluhan serupa nyaris terjadi hampir merata di 10 kabupaten/kota di Bengkulu.
Di tempat yang berbeda, Kepala Seksi Pengolahan Lahan, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, Husni saat dijumpai menepis kelangkaan pupuk bersubsidi itu. Bahkan, menurutnya jatah pupuk bersubsidi di Bengkulu mengalami sisa yang tak mampu diserap petani mencapai 4.694 ton.
“Dari Pusri jatah pupuk bersubsidi Provinsi Bengkulu sepanjang 2014 hingga 17 November mencapai 22 ribu ton, disebar ke seluruh kabupaten kota dan tak terserap mencapai 4.694 ton, artinya tak ada kelangkaan pupuk subsidi,” paparnya.
Menurutnya, petani yang mengeluhkan kelangkaan pupuk itu disebabkan banyak faktor. Saat ini kata dia untuk mendapatkan pupuk bersubsidi petani harus mengusulkan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) termasuk kebutuhan pupuk, RDKK tersebut ditembuskan ke kecamatan dan pemerintah diketahui penyuluh pertanian dan kepala desa/lurah.
Setelah itu, kios resmi pupuk bersubsidi yang telah ditunjuk pemerintah akan mengajukan permintaan ke distributor.
“Masalahnya muncul saat kios sudah tebus kebutuhan pupuk petani berdasarkan RDKK namun petani tidak tebus, kioskan harus bayar cash ke distributor sementara petani kadang tak ada uang dan berhutang dulu, ini yang merepotkan pihak kios penyalur,” jelasnya.