Lihat ke Halaman Asli

Melihat Kesiapan Bengkulu Setelah Dihantam Tsunami Hebat

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kepala Pusat Studi Kajian Mitigasi Bencana Universitas Bengkulu, Muhammad Farid menyebtukan belajar dari sejarah dan letak geografis yang dikelilingi pantai, Provinsi Bengkulu merupakan daerah rawan bencana terutama bencana tanah longsor, gempa dan tsunami.

“Pada 1912 daerah ini pernah diguncang gempa sebesar 8,9 SR dan terjangan tsunami hingga 30 KM lebih, dan ini perlu diwaspadai,” kata Farid saat ditemui di Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Univeristas Bengkulu belum lama ini.

Dosen Ilmu Fisika Fakultas MIPA ini mengatakan berdasarkan prediksi siklus 100 tahunan kejadian gempa serupa akan terjadi sekitar 2012. Meski hingga saat ini prediksi tersebut tak terbukti, namun menurutnya kita semua tidak boleh lengah, karena kemungkinan bencana tersebut datang selalu ada.

Ia mengatakan, bencana alam sesungguhnya adalah bencana sosial karena yang menjadi persoalan adalah dampak dari kejadian alam tersebut. Karena manusia tidak dapat menghindari fenomena alam terutama seperti gempa dan tsunami, sehingga yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengurangi risiko bencana itu sendiri.

Maka untuk itu menurutnya, semua pihak terutama wajib memasukkan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dalam setiap kegiatannya, terutama kegiatan pembangunan dan penyiapan infrastruktur.

“Untuk ini memang butuh biaya besar, tapi ini adalah investasi karena yang akan diselamatkan adalah manusia, belum lagi menyelamatkan kerugian yang sifatnya materi,” katanya kemudian.

Maka untuk itu, menyadari adanya ancaman bencana, dan tersadar setelah diguncang gempa pada 4 Juni 2000 sebesar 7,3 SR dan pada 12 September 2007 sebesar (7,9 SR) daerah ini mulai berbenah. Berbagai infrastruktur yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana mulai dibuat.

Sosialisasi yang selalu dilakukan mulai dari sekolah hingga imbauan di masjid yang terus digalakan membuat masyarakat pun ikut peduli dengan persoalan ini.
Mereka mulai memperhatikan aspek pengurangan risiko bencana dalam segala hal terutama pada pembangunan rumah. Salah satunya tidak menggunakan genteng yang terbuat dari tanah liat, mengubah daun pintu mengarah ke luar, dan pembangunan struktur rumah yang kuat agar dapat menahan guncangan bencana pada skala tertentu.

“Arah bukaan pintu pun, bisa menjadi hal membahayakan karena jika mengarah kedalam, akan menyulitkan kita keluar rumah pada saat gempa, dan sekarang masyarakat telah memperhatikan hal itu,” kata Kepala BPBD Provinsi Bengkulu Kolendri.

Provinsi Bengkulu memiliki indeks risiko bencana di seluruh wilayahnya. Dari 10 kabupaten/kota di daerah ini, 9 diantaranya berada pada zona merah, dan satu di zona oranye. Sebanyak tujuh kabupaten berada di pesisir pantai dengan ancaman tsunami, terdapat 196 desa yang berada pada zona merah dengan ketinggian tidak lebih dari 5 meter dari laut.

Sejauh ini menurut Kolendri, untuk mengurangi risiko bencana pemerintah daerah telah membuat peta evakuasi bencana sekaligus penyiapan infrastruktur berupa penunjuk jalan evakuasi, dan tempat titik kumpul.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline