Manusia Pertama Bumi itu Seorang Perempuan (Putri)
Setelah ngos-ngosan mengikuti perang puitis antara Pebrianov dan DesoL, yang kelihatannya sementara ini jeda dulu, saya masih berputar-putar dalam kisah penciptaan manusia. Siapa dan bagaimana manusia pertama hadir di muka bumi yang katanya fana ini. Jika menurut kisah guru sekolah minggu, manusia pertama adalah Adam seorang laki-laki yang diciptakan dari segenggam debu tanah. Sedangkan manusia kedua, pendamping Adam diciptakan dari tulang rusuk Adam, seorang perempuan bernama Hawa. Mereka bermukin di sebuah taman yang indah dengan segala fasilitasnya untuk menunjang kehidupan Adam dan Hawa tanpa kurang suatu apapun. Itupun saya renung-renungkan sambil menyuci piring, membakar sampah, mengepel rumah, bagaimana kira-kira prosesnya itu dulu.
Akhir-akhir ini saya memang sedang gandrung mencari makna, itu setelah saya mengenal seorang dosen Metlit di kampus, dan sebelumnya saya membaca tulisan Dosen Felix Tani sosiolog petani sawah dan Prof. Pebrianov si pawang ular. Pencarian itu membawa saya berpetualang dari satu e-book ke e-book yang lain, memaksa diri memahami bahasa Inggris dengan bantuan google dan kamus online. Oleh karena itu, saya merasa bersyukur, tidak menyesal berada di Kompasiana bertahun-tahun lamanya setara dengan 8 semester plus semester pendek. Walaupun tak terungkapkan, banyaklah terasa manfaat yang kupetik saat ini dari bergaul dengan Kompasianer. Mereka yang sudah pergi (akunnya tak muncul lagi), juga memberikan warna pola pikir, paradigma saya saat ini. Kumengenang Nararya dan Revo Sanjaya (yang sudah berganti nama akun berkali-kali), walau mereka sudah tiada (akunnya tidak muncul), tapi pikirannya masih hadir.
Kembali ke awal mula manusia itu tadi. Cerita yang kudapat dari sekolah minggu sejalanlah dengan apa yang saya lihat dalam kehidupan masyarakat di kampungku. Laki-laki lebih memiliki kuasa daripada perempuan. Kehadiran anak laki-laki menjadi sangat penting. Hampir semua tugas dalam adat diemban oleh laki-laki. Tarombo (silsilah) pun mengikuti garis keturunan laki-laki, sementara perempuan mengikuti klan suaminya. Saat remaja SMA pun, dalam surat cinta ada rayuan kira-kira bunyinya “kaukah tulang rusukku itu?”, demikian surat cinta mendarat di laci meja remaja perempuan di kelas IPA maupun kelas IPS. Klop cerita itu.
Dalam pencarianku kemarin, saya terkait dengan sebuah blog. Disitu diceritakan asal mula manusia menurut legenda Batak.
Begini saya kutipkan langsung dari blog tersebut: