Lihat ke Halaman Asli

[Kebangkitan Nasional]: Cara Mereka (Pemuda/i) Bangkit

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[Kebangkitan Nasional]: Cara Mereka (Pemuda/i) Bangkit

Melewati jalan Legenda Raya, menuju ke Pintu Tol Tambun. Kubaca-baca teks yang kucetak dari e-book karya Andre Kukla tentang constructivism. Bukannya mengerti, sebenarnya saya sangat kesulitan, materinya untuk ukuran saya yang tidak pernah belajar filsafat dan ditambah tak lancar (pakai bingitz) bahasa Inggris, teks ini seperti membuat mataku berkunang-kunang. Tapi mengingat nasihat yang kudapat dari kompasiana, jika pun sulit harus tetap dibaca, jadinya kubaca juga. Salah sendiri, kenapa mau menceburkan diri dalam tugas akhir berbau kualitatif non positivist pula. Jadi sebenarnya suasana hati ini sudah “galau” selama setengah semester, mungkin sedikit lagi down.

Adikku yang mengemudi memutar radio, Gen FM. Penyiarnya Kemal dan TJ, suara mereka menghantarkan suasana ceria, semangat. Topiknya hari ini mengenai kebangkitan nasional, dari sudut pandang generasi sekarang, yang tidak ikut mengalami masa penjajahan, tidak juga ikut mengangkat senjata dan bambu runcing untuk mendapat kemerdekaan.

Seseorang di ujung telepon berbicara. Suara itu dari seorang gadis yang kemudian disebut namanya Ivana. Masih mahasiswi, umur 22 tahun. Kehilangan orang tua di usia 20 tahun, tepatnya jadi yatim-piatu di usia itu, bersama seorang adiknya. Dia lebih dulu kehilangan ayah yang berprofesi sebagai guru, kemudian kehilangan ibunya – menjadi terasa lebih berat – karena peran ibu ternyata sangat penting di dalam rumah tangga. Yang mengatur semua kebutuhan mereka adalah ibu, dan kini ibu itu pun pergi untuk selamanya.

Mendengar awal kisah itu, aku berhenti membaca, lalu mulai memasang telinga ke radio.

Terasa berat dan tiada tempat untuk mengeluh pula. Ivana akhirnya bangkit, bahwa kehidupan harus tetap berlanjut. Dengan keyakinan – bersandar kepada Tuhan – Ivana berusaha mandiri. Dengan bisnis online yang sudah dirintisnya sebelumnya, Ivana berjuang terus dan sampai saat ini dia dan adiknya bisa hidup serta kuliah dengan baik. Ivana bilang, dia bangkit hanya dengan bersandar kepada Tuhan.

Setelah selingan lagu dan resume dari Kemal dan TJ, kemudia ada di ujung telepon seorang bernama Bobby “Beatbox” (kalau tidak salah, saya agak lupa namanya, tetapi ada sebuat beatbox-nya). Pria dari Papua ini pernah putus kuliah di Jakarta dan harus pulang ke Papua. Setelah mengumpulkan uang bekal, dia kembali ke Jakarta untuk meneruskan kuliahnya. Pendek cerita, suatu hari dia tampil dalam sebuah acara ulang tahun, dan dia mendapat hadiah mobil dari penampilannya itu. Sejak itu dia mulai menikmati hasil perjuangannya, saat ini sudah menikah dan memiliki rumah, pernah pula ikut kompetisi beatbox ke Jerman. Dia pernah tidak makan selama lima hari, hanya minum air gula. Naik angkot hanya modal “terimakasih”, tidak bayar ongkos. Suatu ketika di dalam angkot dia melihat pengamen anak kecil, sudah malam waktu itu. Dia merenung, ini anak kira-kira akan tidur dimana ya. Lalu dia menyadari, bahwa masih ada orang-orang yang jauh lebih sulit hidupnya. Kenapa harus mengeluh. Berpegang kepada kata jujur, Bobby “Beatbox” menjalani kehidupan. “Apapun yang anda lakukan, peganglah kejujuran” tutup Bobby di ujung teleponnya.

---

Mohon maaf kalau ada salah penyebutan nama, mungkin ada kompasianer yang mendengar tadi pagi mohon koreksinya.

Selamat pagi, salam kebangkitan nasional !!!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline