Salah satu materi dalam program Pendidikan Guru Penggerak (PGP) adalah Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Materi ini dipelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional (PSE). Tujuan yang diharapkan pada modul ini adalah adanya perubahan di kelas.
Materi penting bagi guru penggerak adalah resiliensi (daya lenting). Seperti kita ketahui bersama, menjadi guru penggerak tidaklah mudah. Dalam perjalanannya menemui beragam kendala atau hambatan.
Situasi di lingkungan kerja yang kurang kondusif merupakan salah satunya. Bisa jadi minimnya dukungan sarana dan prasarana yang menjadikan guru penggerak harus berusaha keras bertahan.
Ditambah lagi dengan tekanan dan beban tugas yang semakin menambah runyam kondisi guru penggerak di sekolah. Diperparah lagi tanggapan-tanggapan negatif akibat rasa tidak suka terhadap keberadaannya.
Sudah barang tentu kondisi ini membutuhkan ketangguhan. Sebuah keinginan bertahan yang bisa dipelajari secara mandiri. Pada akhirnya tantangan justru akan menguatkan.
Apa itu Daya Lenting atau Resiliensi?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), resiliensi dimasukkan ke dalam kelas nomina (kata benda). Menurut KBBI, resiliensi diartikan sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. Resiliensi juga diartikan sebagai tangguh.
Sementara itu menurut salah seorang ahli bernama VanBreda (2013) resiliensi merupakan sebuah kekuatan dan sebuah sistem yang memungkinkan individu untuk terus kuat berada di sebuah keterpurukan.
Ahli lain, Setyoso (2013) mendefinisikan resiliensi sebagai sebuah kapasitas bagi individu untuk bangun lagi dari kejatuhan serta bangkit kembali dari kesulitan.
Resiliensi menurut R. G. Reed adalah kapasitas atau kemampuan untuk beradaptasi secara positif dalam mengatasi berbagai permasalahan hidup yang signifikan.
Berdasarkan definisi di atas, secara umum daya lenting atau resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bertahan dan bangkit kembali dalam kondisi apa pun.