Lihat ke Halaman Asli

Sudomo

Guru Penggerak Lombok Barat

Rintihan Hati Guru Honorer, Dengarkanlah!

Diperbarui: 27 November 2022   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Seorang lelaki masih berdiri memegang map kertas berwarna biru. Di depan gerbang sekolah dia tertegun sejenak. Dia terlihat menarik kembali langkah kakinya. Sesaat kemudian dia berusaha menenangkan debar jantungnya. Ini adalah pertama kalinya dia menginjakkan kembali kakinya di area almamaternya. Almamater yang mengantarkannya menjadi seorang Sarjana Pendidikan jurusan Bimbingan dan Konseling. Almamater yang memberikannya pengalaman pembelajaran sekaligus keinginan mengabdikan ilmu yang telah diperolehnya. Lelaki itu, sebut saja Pak Is. 

Dengan tegap dia pun melangkah memasuki gerbang. Namun, baru beberapa langkah dia terjerembab. Kakinya terantuk pinggiran paving block. Seketika dia pun sadar dan terbangun. 

Lelaki itu pun mengusap matanya yang agak basah. Ingatannya tentang masa lalu membuat matanya meremang. Tepatnya sebelas tahun lalu saat dia pertama kali mengajukan lamaran mengabdi. Dia mengubur ingatan dan perlahan beranjak dari tidurnya. Hari ini ada mimpi baru yang ingin dijemputnya. 

Setelah mengantar anaknya masuk sekolah TK, dia bergegas melajukan sepeda motornya. Naas baginya. Di sebuah tikungan sepeda motor itu pun macet. Dengan semangat dia menarik sepeda motornya menuju kios bensin terdekat. Di sebuah kios dia pun mengeluarkan sisa honorarium BOS sekolahnya tempat mengajar. Tanpa memedulikan isi dompet yang tinggal tak seberapa itu, dia kembali melaju. 

Seperti biasa di sekolah, dia pun menjalankan tugas. Hari ini ada seorang murid yang membutuhkan penanganan khusus olehnya. Sosok murid itu sudah beberapa kali dipanggil untuk pembinaan. Namun, sepertinya belum menunjukkan perubahan. Hari ini adalah lanjutan penanganan hari sebelumnya. 

Pak Is, lelaki berusia 34 tahun dengan sabar memanggil lagi murid bermasalah tersebut. Dalam catatannya, minggu ini belum mengalami perubahan yang berarti. Dalam seminggu murid bernama Subhan itu masih saja sering tidak hadir di sekolah. Berbagai cara telah dilakukan Pak Is. Tidak terkecuali hari ini. Dia pun mencoba mencari cara lain. Kali ini dia ingin muridnya bisa menemukan solusi sendiri atas permasalahannya. 

Dari obrolan ringan saat keluar main itu, Pak Is menjadi semakin tahu permasalahan utama muridnya itu. Murid bernama Subhan itu bukannya tidak berangkat sekolah, tetapi terlambat. Akibatnya dia tidak berani masuk sekolah dan memutuskan pergi ke tempat persewaan handphone. Di sana Subhan bermain game hingga jam pulang sekolah. Bahkan Subhan seringkali ke tempat tersebut hingga larut malam. 

Obrolan pun selesai. Subhan berhasil dibimbing menemukan solusi permasalahannya. Dia tidak akan lagi terlalu larut menyewa handphone. Anak laki-laki kelas VIII itu pun akhirnya sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Dia menepati janjinya untuk lebih rajin sekolah. Perubahan itu adalah kebahagiaan Pak Is.

Di tengah kegalauannya tidak lolos ujian penerimaan PPPK, dia mendapat angin segar. Kabar Subhan yang lebih rajin dari sebelumnya menjadi obat kekecewaannya. Betapa tidak. Dua belas tahun pengabdian ternyata belum juga terbuka jalan baginya untuk bisa lulus ujian dengan mudah. Terlebih tidak adanya afirmasi umur membuatnya semakin hanyut dalam kekecewaan. 

Malam demi malam dilaluinya dengan refleksi diri. Dia berusaha menemukan kelemahan diri. Dalam jerit doa tengah malam, dia tak lelah menitipkan segala upayanya. Namun, akhirnya dia menyadari, Tuhan tidak pernah tidur. Dia hanya terus berusaha sebaik-baiknya dan tidak lupa berdoa. Dia seakan tidak tahu lagi ke mana harus mengadu selain kepada-Nya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline