Lihat ke Halaman Asli

Mana yang Terbaik Inggris Atau Amerika

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kalau ditanya negara mana ya, yang mempunyai kualitas pendidikan nomor satu di dunia? Maka mungkin kita akan menjatuhkan pilihan antara negara Inggris dengan model pendidikan ala Cambridgenya atau Amerika dengan model pendidikan ala Havardnya. Karena memang kedua negara itulah yang memiliki sejarah panjang dan prestasi yang mengagumkan dalam hal pendidikan. Sehingga sering dijadikan rujukan atau model oleh negara-negara lain di dunia.

Tetapi kita akan terkaget-kaget bila mendengar bahwa ternyata negara yang menduduki peringkat pertama untuk kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki dan asal dari merk hp terkenal Nokia ini memang luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia. Ini berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD ). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA, yang bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa di bidang sains, membaca, dan juga matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan keunggulannya dalam pendidikan untuk anak-anak lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat semua siswanya tidak ada yang tidak cerdas. Semua siswa di sana cerdas. Lantas apa rahasia di balik semua kesuksesan itu? Dalam masalah anggaran pendidikan, Finlandia memang agak sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya. Finlandia tidaklah menggenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswanya dengan berbagai tes. Karena itu hanya membebani dan menambah panjang penderitaan siswa. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam per minggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam per minggu, atau dengan pendidikan negara kita yang beberapa sekolahnya telah menerapkan sistem sekolah fullday, Itu masih ditambah dengan berbagai les hingga malam harinya. Rasanya memang bertambah berat saja beban yang harus ditanggung siswa di Indonesia. Ini terasa dari makin beratnya tas sekolah dan berkurangnya keceriaan di wajah mereka. Kunci keberhasilan pendidikan Finlandia terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dan dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai dan bergengsi, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan terbaik dari sekolah menengah biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk ke sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingannya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran. Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh mahasiswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan serta pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka sukai, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian  yang sangat penting bagi kualitas  pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan tes itulah yang  menghancurkan tujuan belajar siswa. “Terlalu banyak tes membuat kita cenderung mengajarkan siswa, bagaimana cara untuk lolos ujian,” ungkap seorang guru di Finlandia. Padahal banyak aspek dalam  pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Baru pada usia 18 tahun siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi. Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, dan ini sudah diterapkan sejak Pra-TK. “Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dan kalau mereka bertanggungjawab, maka mereka akan bekerja dengan lebih  bebas. Guru tidak harus selalu mengontrol mereka. Siswa didorong untuk bekerja secara mandiri dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. “Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah,” Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. “Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan,” sambungnya. Siswa yang lambat akan mendapatkan dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia terdapat perbedaan yang sangat kecil antara siswa yang berprestasi baik dan  yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan perilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dan lain sebagainya. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha. Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan kamu salah, pada siswa, maka hal tersebut malah akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan bukan dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!” kata seorang guru. Benar-benar ucapan guru yang sangat bertanggungjawab. Mudah-mudahan suatu saat kita juga memiliki sistem pendidikan yang kehebatannya melebihi pendidikan Finlandia atau paling tidak  setaralah dengan mereka. Agar kita segera bisa beralih dari sistem pendidikan air hujan yang banyak tapi dangkal ke sistem pendidikan air sumur yang sempit tapi dalam. Hal ini sangat terlihat dari kualitas lulusan sarjana kita, tak peduli apapun kualifikasinya.Mereka tahu banyak dan mampu bicara tentang semua hal. Dengan kata lain, kualitas lulusan pendidikan kita memang baru hanya sebatas pintar berkomentar tetapi belum bisa berbuat banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline