Sebentar lagi hari raya Idul Adha akan tiba. Segenap umat Islam telah mempersiapkan banyak hal untuk menyambut ibadah tahunan itu. Sejumlah masjid telah berbenah diri untuk melaksanakan solat id sekaligus membuat kepanitiaan khusus untuk ibadah qurban. Panitia telah membentuk tim penerimaan hewan qurban, pemotongan, hingga penyaluran daging qurban. Namun, pertanyaannya, sudahkah panitia ini memiliki pengetahuan mantap dan skil mumpuni dalam penyelenggaraan ibadah qurban ini?
Mungkin bagi sebagian masyarakat, pertanyaan itu teramat klise. Ibadah qurban telah dilaksanakan bertahun-tahun dan tidak ada masalah. Seruan semacam yang dilontarkan Ahok untuk lokalisasi pemotongan beramai-ramai ditolak, tak terkecuali pengurus MUI Pusat. Hal itu wajar karena selama ini kegiatan pemotongan hewan sudah sedemikian memasyarakat. Semua aktifitas pemotongan dengan gaya apapun dianggap tradisi dan saling memaklumi jika terjadi hal-hal yang sebenarnya kurang patut dan perlu dibenahi.
Baiklah, saya ingin memberikan contoh pemotongan hewan yang pernah saya lihat. Suatu waktu saya lewat sekerumunan orang yang menyaksikan pemotongan sapi di suatu tempat. Ada lima atau enam orang yang bertugas menjagal sapi itu. Dua orang mengikat kaki sapi, dua orang menarik sapi dan satu orang lagi sebagai penjagal leher sapi. Nampaknya, mereka ingin menarik sapi itu agar terjatuh, namun sapi itu terlalu luat sehingga sang jagal terpaksa, maaf, menebas leher sapi itu berkali-kali sambil berdiri. Otomatis, darah sapi itu munyebar ke mana-mana dan sapi yang kesakitan itu pun bisa dirobohkan. Sang penjagal sekali lagi, menggorok sapi itu dengan gerakan seperti memotong kayu sampai kepala sapi itu putus. Astaghfirullah! Apakah begitu ajaran Islam dalam memotong hewan kurban? Saya bukanlah ahli memotong sapi, namun melihat kenyataan tersebut, saya merasa miris, betapa sadisnya penjagal tersebut.
Saya tidak tahu, apakah sang jagal itu sudah terbiasa memotong sapi atau karena tugas dadakan sehingga ia melakukan segala cara yang menurutnya efektif untuk segera mematikan sapi tersebut. Dugaan saya, akan banyak jagal dadakan yang muncul selama prosesi ibadah qurban dari tahun ke tahun. Bagi saya, ibadah qurban bukan hanya sekedar membunuh hewan qurban sesuka hati, namun ada sejumlah etika penyembelihan hewan qurban yang harus diperhatikan. Misalnya, membaca basmalah, penggunaan pisau yang tajam, pemotongan leher pada saluran nafas (hulqum), saluran makanan (mari'), dan saluran vena-arteri (wadajaini), dan menghindari penganiayaan terhadap hewan tersebut. Oleh sebab itu, nampaknya perlu diadakan pelatihan atau training pemotongan hewan qurban yang syar'i.
Selain pemotongan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengemasan hewan qurban. Kita tentu berharap hewan qurban memenuhi asas ASUH, yakni aman, sehat, utuh, dan halal. Asas ini bisa dimaksudkan untuk menjaga daging sehat dan aman dikonsumsi, daging hewan harus dikemas dengan kemasan yang sehat, misalnya dengan kantong plastik tarnsparan, bukan plastik hitam hasil daur ulang. Untuk itu, pelatihan panitia hewan kurban nampaknya sudah menjadi kebutuhan. Kegiatan ini bisa dimotori Dewan Masjid Indonesia di setiap kecamatan, MUI Kecamatan, KUA, atau kampus yang peduli dengan keselamatan dan kesehatan umat. Semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H