[caption id="attachment_307301" align="aligncenter" width="288" caption="Greg Barton (sumber: Koleksi Meinarni UIN Malang)"][/caption]
Topik seputar calon presiden kian memanas akhir-akhir ini. Pembicaraan tentang capres potensial sekaligus cawapres menghiasai media massa. Partai-partai papan atas terus bergerilya mencari dukungan, termasuk dari partai Islam. Sebagai salah satu bentuk partisipasi aktif menegakkan demokrasi Indonesia, hari ini, 16 Mei 2014, kampus UIN Maliki Malang menggelar kuliah tamu bertajuk "Pemilu dan Peran Partai Islam" dengan menghadirkan pengamat politik dari Monash University, Australia. Acara dilaksanakan di lantai 5 gedung Ir Soekarno.
Dalam pemaparannya, Barton mengungkapkan data-data seputar pemilu dari tahun 1999 hingga 2014. Menurutnya dinamika partai politik begitu cair meskipun ada beberapa partai besar yang tetap mendapat tempat di hati para pemilih. PDI-P yang berhasil menjadi juara pada tahun 1999 tidak lepas dari pamor Megawati yang dianggap teraniaya semasa pemerintahan Soeharto. Tahun 2004, Golkar sukses menggeser dominasi PDI-P meskipun tidak berhasil menjadikan kadernya menjadi presiden. Selanjutnya, Partai Demokrat yang tergolong partai baru meraih suara tertinggi pada tahun 2009 yang sekaligus menjadi masa keemasannya. Sayangnya, pasca banyaknya kasus korupsi, partai besutan SBY ini tak mampu bicara banyak pada pemilu 2014. Semantara itu, PDI-P yang diprediksi oleh berbagai pihak akan menjadi juara terbukti sukses meraup suara terbanyak. Sayangnya Jokowi effect belum mampu mendongkrak perolehan suara secara signifikan.
Sekarang, ketika poros capres mengerucut kepada dua kandidat: Jokowi dan Prabowo, siapa yang kuat? Menurut Barton, kedua tokoh ini mempunyai kekuatan yang hampir berimbang. Jokowi yang merupakan mantan walikota Solo dan sebagai gubernur DKI jakarta sudah cukup lama menjadi media darling. Hampir setiap sepak terjangnya diliput oleh media masa, dalam mapun luar negeri. Di sisi lain, Prabowo yang selama kampanye memberikan kesan tokoh tegas berhasil meyakinkan publik dengan perolehan suara tahun ini meningkat drastis. Masyarakat menunggu gebrakannya sebagai antitesis dari SBY yang cenderung peragu. Lalu siapa yang kemungkinan unggul?
Dari kalkulasi perolehan legislatif, Barton menilai Jokowi akan meraih 49% suara karena berkoalisi dengan Nasdem, PKB, dan sebentar lagi Golkar. Sebaliknya, Probowo nampaknya hanya mampu mendulang suara sekitar 32 % sebagai konsekuensi berkoalisisnya tokoh partai berlambang kepala burung garuda itu dengan PAN, PKS, dan PPP. Kalaulah demokrat juga gabung dengan Probowo, jumlahnya masih sekitar 42% yang masih kalah dengan Jokowi.
Dari sisi kepemimpinan, kedua tokoh ini memiliki reputasi yang cukup bagus. Jokowi memiliki kemampuan memimpin ala wong cilik sedangkan Probowo lebih terkenal dengan prestasi militernya. Namun, meurut Barton, masyarakat tidak akan lupa dengan track record masing-masing. Kali ini, Barton menegaskan bahwa Jokowi sementara ini unggul 1-0 atas Prabowo karena Jokowi dianggap masih bersih dari kesalahan fatal selama bekerja, baik di Solo maupun di Jakarta. Sementara itu, Prabowo masih menyisakan kenangan buruk saat dia bertugas di militer pada zaman Soeharto. Penculikan aktifis, Tragedi Trisakti, dan Tragedi Semanggi sering dikait-kaitkan dengan Prabowo. Alhasil, noda sejarah ini masih menyulitkan Prabowo bersaing secara bebas dengan Jokowi.
Masalah lain yang disoroti oleh Barton adalah soal temperamen. Hal ini dia ungkapkan ketika ditanya oleh peserta tentang preferensi asing terhadap presiden Indonesia mendatang. Bagi dia, asing akan menerima siapa pun yang dipilih oleh masyarakat Indonesia. Namun, ia yakin, negara asing termasuk Australia menginginkan sosok yang lebih tenang dalam menghadapi situasi genting. Prabowo bisa saja belajar banyak tentang kekurangan di masa lalu untuk menjadi lebih arif. Namun, trauma yang pernah disaksikan dunia pada awal reformasi nampaknya masih sangat membekas sehingga negara asing masih menyimpan kekhawatiran kalau-kalau ketegasan Prabowo berujung pada kekerasan. Adapun Jokowi, bagi Barton, adalah sosok yang tenang dan berperilaku "wong cilik". Wong cilik menurut dia belakangan ini terbukti sukses menarik simpati masyarakat karena sosok seperti ini tidak menjaga jarak dengan masyarakat. Alhasil, untuk poin ini Jokowi kembali unggul dibanding Prabowo.
Wah, sepertinya Barton secara halus telah menjadi juru kampanye Jokowi secara gratis di UIN Malang. Bagaimana menurut Anda? Silakan tanyakan pada hati nurani masing-masing. Semoga presiden kita, siapa pun nanti, akan membawa kemashatan bagi bangsa dan negara tercinta. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H