Lihat ke Halaman Asli

Sididq Abdi Silalahi

apalagi yang kau minta setelah semua Hal itu aku turuti , mau apa lagi yang kau kehendaki semua akan kutunjukkan Bahwa tak pernah terjadi apa apa dengan aku namun kau memaksakan diri kalau aku mengetahu Kelakuakn apa yang kau lakukan

Kebutuhan Pasar, PNS, dan Otonomi Pendidikan

Diperbarui: 24 Oktober 2021   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hartini Sholikul hadi (praktisi pendidikan) Dokpri.

BrantasNews.ID _ Opini_ 24/10/2021 , Hampir dua dekade  setelah  Isu Sentral  Soal  " Demokratisasi Pendidikan "  mencuat dipublik yang  jadi topik Tema di banyak pembahasan di Media media Massa   ,  apalagi dengan  adanya  proses desentralisasi yang dibantu  dibiayai " Lembaga donor internasional" dengan Prasyarat  yang sangat Mudah asal Kompeten Bisa sekolah lagi , dan begitu tingkat publikasi penelitian sosial dan pendidikan belakangan ini sangat  tetap rendah. Dalam beberapa tahun terakhir  upaya  Pernelitian telah dilakukan pemerintah negara untuk berinvestasi di bidang riset dan kapasitas bangunan dengan memberikan beasiswa, pendanaan riset, dan insentif untuk memotivasi publikasi di kalangan akademisi Indonesia yang berbasis di perguruan tinggi. Sepanjang tahun 2000-an,  Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI ) Kementerian Pendidikan  secara konsisten meningkatkan alokasi anggaran  penelitian untuk  lembaga pendidikan tinggi,dan setingkat dibawahnya , Dimana  Semua STAKEHOLDER   berharap   Peningkatan itu dapat mendorong  inovasi dan kolaborasi antardisiplin dalam menghadapi kompetisi  Pendidikan dan  pasar  Pendidikan di daerah.


 Kenaikan anggaran  ini telah  disatukan dengan Restrukturisasi Perguruan tinggi Negeri menjadi Badan Hukum "Otonomi" ( BANON ) Pendidikan Tinggi  Negara (BHMN), Hal itu   memungkinkan l akan ebih banyak  lagi  otonomi -otonomi dalam mencapai pendanaan eksternal untuk mendukung aktivitas akademik mereka  bebas berkembang tanpa campur tangan Pemerintah dan pesananan birokrasi  . Namun, efek dari hal ini belum seperti yang dimaksudkan. 

Alih-alih menciptakan budaya penyerbukan silang dalam ilmu pengetahuan dan penelitian, hal ini menyebabkan perguruan tinggi terlibat dalam penelitian dan pelatihan bisnis, serta meningkatkan biaya kuliah dan asupan mahasiswa. Kebijakan dan anggaran yang didukung untuk penelitian terhadap daya saing ekonomi nasional telah dihentikan oleh model birokrasi yang diwariskan institusi pendidikan tinggi  daerah maupun  dari pemerintah Pusat  yang sudah tidak Relevan dengan tantangan  Zaman dimana sekarang Multi etnis dan multilaterasi Keilmuan sudah jauh sangat bebas dan  tak terkooptasi institusi dan Lembaga Pendidikan .


"Insularitas    lembaga pendidikan tinggi   dan instasni pendidikan dikaji belakangan ini  karena ketidak profesionalan Lembaga Pendidikan dan  Instansi mengelola Rumahtangganya sendiri , melebar ke ancasa Politik ini sudah parah ..sangat parah dengan tidak Kompetennya  Staf pengajar Mulai ditingkat jenjang menengah sampi Tinggi dengan Indikator terbatas , Dimana indikasi itu  lebih   diperparah oleh struktur pekerjaan saat ini ,semakin berat dengan Beban Kredit poin sampai dekoding penguasaan Iptek yang menggantikan"  staf akademik" di Kantor staf , karena pengajar dimanjakan aplikasi . Mayoritas   Guru dan Dosen di  Indonesia yang  melaksanakan  riset dipekerjakan sebagai ASN / PNS, mencari sponsor dari Lura Negeri dan Perusahaan Asing  Untuk membiayai penelitiannya , Sponsorship ini berarti akan mengurani nilai Kenetralan dan Keberpihakan sebagai Anak Bangasa ; " ini sebuah kompartementalisasi statemen berfikir Radikal .

Hal ini berarti promosi mereka  tersebut tergantung pada indikator pencapaian badan kerja  Lembaga Donor , Perusahaan , multi Nasional , Luar Negeri dan  BUMN   yang artinya akan berlaku bagi seluruh pegawai pemerintah. Struktur gaji akademik di perguruan tinggi negeri tidak dirancang untuk berkorelasi dengan produktivitas riset, dan ini dibuat lebih buruk oleh " sistem kredit akademik (KUM) " sistem Kridit Semester , yang mengukur promosi berdasarkan kondisi administrasi daripada kinerja akademik. 

Belum ada sistem sabbatik berbasis kinerja yang memungkinkan dosen melakukan riset independen. Sebagai hasil dari struktur yang ada, akademisi Indonesia dibuat  sangat  rentan  "objektifitas" Laten dalam sistem yang semakin  sangat Puas leh "liberal" begitu dinyatakan Hasti Hahdiana  yang  ambil   Doktoral  jurusan Architectur di Utrech . Mereka menghadapi kendala ekonomi dan dengan demikian didorong untuk mengambil sebanyak mungkin jam mengajar dan / atau proyek penelitian yang sifatnya  komersial. Hal ini jelas memiliki dampak yang sangat  merugikan  Negara dan bangsa pada produktivitas dan kolaborasi Keilmuan yang tidak simultan dan Inherren. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline