BrantasNews.ID _ Opini_ 24/10/2021 , Hampir dua dekade setelah Isu Sentral Soal " Demokratisasi Pendidikan " mencuat dipublik yang jadi topik Tema di banyak pembahasan di Media media Massa , apalagi dengan adanya proses desentralisasi yang dibantu dibiayai " Lembaga donor internasional" dengan Prasyarat yang sangat Mudah asal Kompeten Bisa sekolah lagi , dan begitu tingkat publikasi penelitian sosial dan pendidikan belakangan ini sangat tetap rendah. Dalam beberapa tahun terakhir upaya Pernelitian telah dilakukan pemerintah negara untuk berinvestasi di bidang riset dan kapasitas bangunan dengan memberikan beasiswa, pendanaan riset, dan insentif untuk memotivasi publikasi di kalangan akademisi Indonesia yang berbasis di perguruan tinggi. Sepanjang tahun 2000-an, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI ) Kementerian Pendidikan secara konsisten meningkatkan alokasi anggaran penelitian untuk lembaga pendidikan tinggi,dan setingkat dibawahnya , Dimana Semua STAKEHOLDER berharap Peningkatan itu dapat mendorong inovasi dan kolaborasi antardisiplin dalam menghadapi kompetisi Pendidikan dan pasar Pendidikan di daerah.
Kenaikan anggaran ini telah disatukan dengan Restrukturisasi Perguruan tinggi Negeri menjadi Badan Hukum "Otonomi" ( BANON ) Pendidikan Tinggi Negara (BHMN), Hal itu memungkinkan l akan ebih banyak lagi otonomi -otonomi dalam mencapai pendanaan eksternal untuk mendukung aktivitas akademik mereka bebas berkembang tanpa campur tangan Pemerintah dan pesananan birokrasi . Namun, efek dari hal ini belum seperti yang dimaksudkan.
Alih-alih menciptakan budaya penyerbukan silang dalam ilmu pengetahuan dan penelitian, hal ini menyebabkan perguruan tinggi terlibat dalam penelitian dan pelatihan bisnis, serta meningkatkan biaya kuliah dan asupan mahasiswa. Kebijakan dan anggaran yang didukung untuk penelitian terhadap daya saing ekonomi nasional telah dihentikan oleh model birokrasi yang diwariskan institusi pendidikan tinggi daerah maupun dari pemerintah Pusat yang sudah tidak Relevan dengan tantangan Zaman dimana sekarang Multi etnis dan multilaterasi Keilmuan sudah jauh sangat bebas dan tak terkooptasi institusi dan Lembaga Pendidikan .
"Insularitas lembaga pendidikan tinggi dan instasni pendidikan dikaji belakangan ini karena ketidak profesionalan Lembaga Pendidikan dan Instansi mengelola Rumahtangganya sendiri , melebar ke ancasa Politik ini sudah parah ..sangat parah dengan tidak Kompetennya Staf pengajar Mulai ditingkat jenjang menengah sampi Tinggi dengan Indikator terbatas , Dimana indikasi itu lebih diperparah oleh struktur pekerjaan saat ini ,semakin berat dengan Beban Kredit poin sampai dekoding penguasaan Iptek yang menggantikan" staf akademik" di Kantor staf , karena pengajar dimanjakan aplikasi . Mayoritas Guru dan Dosen di Indonesia yang melaksanakan riset dipekerjakan sebagai ASN / PNS, mencari sponsor dari Lura Negeri dan Perusahaan Asing Untuk membiayai penelitiannya , Sponsorship ini berarti akan mengurani nilai Kenetralan dan Keberpihakan sebagai Anak Bangasa ; " ini sebuah kompartementalisasi statemen berfikir Radikal .
Hal ini berarti promosi mereka tersebut tergantung pada indikator pencapaian badan kerja Lembaga Donor , Perusahaan , multi Nasional , Luar Negeri dan BUMN yang artinya akan berlaku bagi seluruh pegawai pemerintah. Struktur gaji akademik di perguruan tinggi negeri tidak dirancang untuk berkorelasi dengan produktivitas riset, dan ini dibuat lebih buruk oleh " sistem kredit akademik (KUM) " sistem Kridit Semester , yang mengukur promosi berdasarkan kondisi administrasi daripada kinerja akademik.
Belum ada sistem sabbatik berbasis kinerja yang memungkinkan dosen melakukan riset independen. Sebagai hasil dari struktur yang ada, akademisi Indonesia dibuat sangat rentan "objektifitas" Laten dalam sistem yang semakin sangat Puas leh "liberal" begitu dinyatakan Hasti Hahdiana yang ambil Doktoral jurusan Architectur di Utrech . Mereka menghadapi kendala ekonomi dan dengan demikian didorong untuk mengambil sebanyak mungkin jam mengajar dan / atau proyek penelitian yang sifatnya komersial. Hal ini jelas memiliki dampak yang sangat merugikan Negara dan bangsa pada produktivitas dan kolaborasi Keilmuan yang tidak simultan dan Inherren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H